Jumat, 03 Juli 2015

(Cerbung SMASH & JKT48) - Aturan Anti Cinta_Part3


Tittle : Aturan Anti Cinta

Author and Cover by Fauziya Fitri

Genre : friendship, drama, romantic

Cast : Ilham, Bisma, Rangga, Dicky (SMASH) – Kinal, Melody, Veranda, Ayana (JKT48)


Inspiring story by JKT48’s song



****


“Tuh orang emang gak punya perasaan, ya. Gue gemes deh sama dia.” Geram Kinal melampiaskan kekesalannya pada bantal dipangkuannya.

“Gak apa-apa, Nal. Ini emang salah gue juga.” Tandas Veranda lesu.

“Trus loe mau dapet duit 6 juta dari mana? Loe gak mungkin minta ke orang tua loe kan?” Veranda hanya memberi anggukan lesu pada Kinal.

“Atau gue minta sama orang tua gue aja buat minjemin loe, gimana?” usul Melody.

“Jangan, Mel. Nanti ortu loe pasti nanya ke ortu gue juga. Trus masa gue jujur kalo gue udah nyelakain anak orang.” Setelah Veranda berkata begitu, ketiganya seketika menghela napas lesu. Hening untuk sekian detik.

“Ve, jangan putus asa gitu dong. Tiap hari gue bakal sisihin uang jajan terus gue kasih ke elo, gak banyak-banyak amat sih, tapi nanti kan makin lama makin banyak.” Merasa setuju dengan usul Kinal, Melody juga berniat melakukan hal yang sama.

“Oww, kalian so sweet banget, gue sampe pengen nangis deh.” Ucap Veranda seraya merangkul pundak kedua sahabatnya itu.

“Kayak gini loe masih lebay aja.” ledek Melody.

“Gue serius. Gue hargain banget niat kalian.”

“Loe beneran nangis, Ve?” tanya Kinal melihat Veranda tiba-tiba menunduk lagi lalu ia mengangkat dagu Veranda.

“Yaelahh, kenapa cemberut lagi?”

“Kira-kira bisa sampe berapa taun ya uangnya bisa kekumpul? Bentar lagi kan kita lulus sekolah, gue gak mau berurusan sama dia lagi.”

“Emm, itu sih urusan belakangan, ntar kita pikirin lagi. Yang penting kan ada usaha buat nyicil.”

Veranda menoleh ke meja belajarnya, melihat laptop yang tengah di charge itu. “Apa gue jual lepi aja, ya? Kan lumayan.”


“Kalo itu mau loe, ya terserah.”

“Tapi gimana, ya? Gue udah sayang banget sama tuh lepi, sayang data-datanya. Gue udah hapal banget sama adatnya.”

“Intinya? Loe jadi jual gak? Kalo dijual juga gak nyampe 6jt.”

“Gak nyampe juga kan kita yang nambahin ddikit-dikit. Iya kan, Ve?”

Sementara Kinal dan Melody mengobrol dan menanyakan pendapat Veranda, ia malah masih memandangi laptopnya.

“Oke, loe gue jual. Harganya harus lebih gede dari pas gue beli loe. Kalo loe udah dapet majikan baru, jangan lupa sama gue, trus jangan ngehang-ngehang mulu, ya.” Ucap Veranda sedih pada laptopnya, diikuti tatapan aneh plus sedih dari Kinal dan Melody.

“Ck.. Ck.. Ck.. Ve yang malang.”

“Mel, gue baru tau kelakuan orang yang kelilit utang itu kek gimana.”

Melody mengangguk. “Iya, kasian..”


**


 “Tadi dia ngomongin apa aja?” tanya Bisma, matanya masih mengikuti layar televisi sementara tangannya sibuk memainkan stik PS.

“Ya gitu deh, dia Cuma minta maaf. Trus gue bilang aja dia harus bayar biaya rumah sakitnya.” Jawab Rangga sembari melakukan hal yang sama dengan Bisma.

“Trus dia jawab apa?”

“Dia bakal bayar nyicil.” Ucap Rangga.

“Parah lu.. itu kan mahal.”

“Biarin aja, gue yakin orang tuanya orang kaya, dia pasti bayar. Duitnya loe pake makan-makan, Ga. Bagi-bagi gue juga.” Sambar Ilham yang tengah duduk di sofa sembari makan mie instan. Rangga hanya tertawa, ia setuju. Sementara Bisma yang memainkan PS duduk memunggungi Ilham seketika berbalik untuk menjitak kepala Ilham.

“Apa sih, Bis? Mie gue hampir tumpah nih.” Protes Ilham.

“Apa loe gak berlebihan, Ga?”

“Gue bilang dia anak orang kaya, pasti bisa bayar.” Sekali lagi Bisma berbalik lalu menjitak kepala Ilham.

“Heh! Lama-lama pala gue empuk gara-gara loe jitakin mulu.” Protesnya kesal.

“Kalo dia gak bayar juga gapapa, gue becanda doang kali.” Ucap Rangga.

“Kelewatan loe.”

“Biarin. Abis dia serius banget. Ekspresi mukanya, harusnya loe liat. Kasian campur lucu.” Ujar Rangga sembari tertawa kecil, diikuti tertawa Ilham.

“Terus kenapa loe gak videoin? Gue pengen liat.” Kata Ilham, tapi seketika ia menghentikan tawanya kala Bisma menatapnya.

“Apa loe?” tanya Ilham sambil bergeser dari duduknya menjauhi Bisma.

Tak ada yang membahas masalah Rangga lagi, mereka fokus pada permainan mereka. Hanya suara efek games yang mereka mainkan dan suara kegaduhan dari Ilham yang gemas pada permainan Bisma dan Rangga.

 “Heh, hape loe nyala tuh, Bis.” Ucap Ilham saat tiba-tiba ponsel Bisma bergetar tanda panggilan masuk.

“Imel?” Ilham membaca nama kontak yang tertera di layar ponsel Bisma, seketika Bisma menoleh dan menyabet ponsel di atas meja dibelakangnya, lalu pergi menjauh.

Melihat Bisma pergi untuk menerima telpon dan menaruh stik PSnya begitu saja, Ilham pun meloncat dari sofa untuk mengambil alih permainan.

“Tadi siapa loe bilang tadi? Imel?” tanya Rangga.

“Iya.” Jawab Ilham tanpa menoleh ke Rangga.

“Anak mana dia?”

“Gue mana tau, tanya aja ke Bisma.”

“Kali aja loe tau. Kan loe tau mulu nama-nama cewek cantik di sekolah.” Kata Rangga. Ilham tidak menjawab dan masih fokus pada permainannya. Sejujurnya dia memang tidak kenal dengan cewek yang menghubungi Bisma itu.

“Apa dia jelek kali ya, sampe loe gak tau gitu?” tanya Rangga.

“Ngomong mulu loe ah. Tuh liat, loe hampir kalah sama gue.”

**

Sembari mendengarkan musik dari earphone-nya, Kinal menuruni tangga menuju ruang makan untuk makan malam yang sudah disiapkan Bi Inah.

“Wah.. Capcay daging.” Ucap Kinal melihat masakan kesukaannya dimeja.

“Iya. Makan yang banyak ya, Non.” Balas Bi Inah. Kinal hanya memberi anggukan sambil tersenyum.

“Bibi belum makan, kan?”

“Iya, Non.”

“Yaudah.” Tanpa disuruh, Bi Inah duduk dihadapan Kinal dan makan bersama, begitu juga saat ada Veranda dan Melody. Itulah kebiasaan yang Kinal terapkan, makan semeja dengan Bi Inah. Tapi jika ada orang tua Kinal dirumah, Bi Inah tak berani makan semeja dengan majikan mudanya itu.

Ditengah acara makan mereka, terdengar suara mobil Mama Kinal memasuki pelataran halaman rumah.

“Saya permisi, Non.” Ucap Bi Inah menyadari kehadiran Mama Kinal.

Mama Kinal menghampiri Kinal yang tengah makan sebelum ia ke kamar. Tak ada sambutan istimewa dari Kinal, ia tetap menyantap makanannya. Setelah duduk dihadapan Kinal, tanpa disuruh, Bi Inah sudah menyiapkan teh hangat untuk majikannya itu.

“Tumben mama pulang cepet.” Ucap Kinal.

“Iya, hari ini kerjaan mama sedikit.” Jawab mama.

Tak berselang lama, suara mobil papa juga terdengar memasuki pelataran rumah. Seperti mama, papa pun langsung duduk dikursi meja makan setelah memasuki rumah.

“Gimana sekolah kamu hari ini?” tanya papa sambil memijat-mijat lengannya sendiri.

“Ya gitu deh, kayak biasanya.” Tanpa menoleh ke papanya, Kinal hanya menyantap makanannya dengan tenang.

“Tumben kamu nanya-nanya aktifitas Kinal? Mulai perhatian?” tanya mama ketus.

“Jangan ngerusak suasana deh. Emang salah kalo aku perhatian?”

“Aneh aja. kamu sibuk banget, sampe gak pernah perhatiin Kinal.”

“Aku sih udah jelas sibuk kerja emang buat Kinal juga. Lah kamu sendiri gimana?” sementara papa dan mamanya berdebat dengan suara saling meninggi, Kinal sesekali melirik mereka. Ia mendengus kesal menahan marah. Selalu begitu dan tak pernah akur, ada saja bahan yang mereka debatkan tiap kali ada dirumah.

Tak tahan mendengar pertengkaran orang tuanya, Kinal menaruh sendoknya kasar ke piring lalu beranjak dari duduknya. Ia hendak berjalan kekamarnya.

“Tuh liat, gara-gara kamu Kinal jadi kaya gitu.”

“Bukannya kamu ya yang mulai?” sembari berjalan menaiki anak tangga, Kinal menutup kedua telinga dengan tangannya. Matanya pun tak kuasa menahan airmata yang terus berjatuhan.

**

Seusai makan malam bersama keluarga, Melody duduk di meja belajarnya, membuka halaman demi halaman buku diatas meja bermaksud untuk mengerjakan PR. Ia berdecak sebal saat buku yang dibutuhkan tak ada disana. Melody mengacak-ngacak laci mejanya berharap menemukan bukunya. Saat hendak mencari buku, terselip sebuah amplop ukuran sedang berwarna merah muda, ia lalu meraih amplop itu. Dibukanya amplop itu untuk ia baca.

Melody hanya senyum-senyum sendiri kala membaca kalimat perkalimat yang tertulis dikertas, selalu begitu. Tak berani mengatakan secara langsung dan agar lebih berbeda katanya, Bisma hanya bisa menulis perasaannya dalam sepucuk surat untuk diberikan pada Melody satu tahun lalu. Ia tak menyangka hubungan yang dijalani sembunyi-sembunyi itu bisa bertahan sampai saat ini.

Ekspresi semyumnya berubah kala mengingat prinsip yang dibangunnya bersama Veranda dan Kinal untuk tidak pacaran sebelum lulus sekolah. Ia sadar telah melanggar prinsip itu, dengan rasa bersalah makanya dia dan Bisma hanya bisa menyembunyikan hubungan mereka.

Tok..tok.. tok..” Melody menoleh kearah pintu saat Mama mengetuknya.

“Mel, didepan ada Kinal tuh.” Ucap Mama setelah membuka pintu.

“Ha? Malem-malem gini?” tanya Melody memastikan.

“Iya, dia mau nginep katanya. Ya udah Mama bolehin aja, gak apa-apa kan?” Melody hanya memberi anggukkan pada Mamanya, ia tak heran jika Kinal kadang-kadang ingin menginap.

“Hay, Mel.” Sapa Kinal sembari memasuki kamar Melody, Melody hanya membalasnya dengan senyuman.

“Loe lagi ngapain?” Kinal duduk ditepi ranjang Melody lalu menaruh tas selempangnya.

“Ini nih, PR tadi. Besok kan dikumpulin, loe udah ngerjain belom?”

“Iya, tapi dikit lagi beres.” Jawab Kinal, ia mengeluarkan buku yang sama seperti Melody dari dalam tasnya.

“Eh, kalo mau nginep, biasanya dari sore loe udah disini. Sekarang malah dadakan gini.”

Sorry deh. Gue juga tadinya gak ada niat nginep. Gue lagi gak betah dirumah.”

“Emm..” Melody menggigit bibir bawahnya, ia ingin bertanya tapi ragu-ragu. “Ortu loe, ya?” Kinal hanya menjawab dengan anggukan lesu.

Tiba-tiba matanya menangkap amplop yang terselip disalah satu buku Melody diatas meja.

“Eh, ini apaan, Mel? Imut banget warnanya pink. Jangan-jangan dari penggemar loe ya? Loe punya penggemar rahasia ya?” tanpa menunggu jawaban Melody, Kinal meraih amplop dimeja. Dengan cepat, Melody merebut amplop ditangan Kinal.

“I-ini bukan apa-apaan. Gue iseng aja, bukan dari penggemar rahasia juga.”

“Masa sih? Dari penggemar rahasia juga gak apa-apa kok, asal loe cerita-cerita aja.” Goda Kinal. Sambil tersenyum hambar, dalam hatinya Melody merutuk, bagaimana ia bisa cerita sedangkan Kinal membenci  Bisma dan teman-temannya, yang ada kalau ia cerita Kinal akan marah.

“Apaan sih loe? Eh, loe pasti cape kan perjalanan loe lumayan jauh, gue bikinin teh anget ya. Nanti kita cerita-cerita lagi.” Ucap Melody berusaha mengalihkan pembicaraan.

***

Matahari dari ufuk timur seolah begitu cepat muncul saat Kinal baru tiba di rumah besarnya setelah ia pergi dari rumah Melody saat Melody masih terlelap. Ia bergegas berangkat kesekolah seusai berganti seragam. Di halte sambil sesekali melihat jam berwarna hijau yang melingkar ditangan kirinya, ia menunggu bis yang tak kunjung melintas. Pandangan Kinal pun beralih ke ikatan tali sepatunya yang terlepas, ia membungkuk untuk memperbaikinya.

Tanpa disadari, bis yang ditunggu pun melintas tanpa berhenti, sontak saja Kinal panik dan berlari mengejar bisnya. Ia berteriak minta bis berhenti, ternyata teriakkan Kinal didengar oleh salah satu penumpang yang dikenalnya.

Kinal yang berlari kencang itu seketika memperlambat lajunya saat Bisma membuka pintu bis dan nongol dari sana.

“Buruan pegang tangan gue!” teriak Bisma sambil mengulurkan tangannya, ia juga terdngar berteriak pada supir agar menghentikan bis. Kinal yang tak suka pada Bisma pun hanya mengacuhkan tawaran Bisma dan tetap berlari sambil berteriak-teriak.

“Ck! Bisnya gak bakal stop, jadi loe pegang tangan gue!” Merasa sudah lelah, mau tak mau Kinalpun mengikuti kata Bisma. Berlari sekuat yang ia bisa, Kinal bisa meraih tangan Bisma, dan Bisma menarik Kinal kedalam bis.

Dengan napas ngos-ngosan, Kinal hanya menatap Bisma sekilas tanpa mengucapkan satu katapun. Pandangannya menyapu ke kursi penumpang, tak ada kursi kosong disana, yang ada bebrapa orang yang berdiri. Tak ada pilihan, Kinal berdiri sedikit menjauh dari Bisma sambil menggenggam gantungan pengait bis.

Suasana bis didalam begitu sepi, hanya suara-suara kendaraan lalu dijalanan yang terdengar. Tiba-tiba supir bis menghentikan bisnya. Kinal yang berdiri dibelakang Bisma seketika terdorong dan tak sengaja memeluk pinggang Bisma. Belum sadar dengan orang yang menjadi sandarannya, Kinal mengamati tangannya yang melingkar dipinggang seseorang. Pandangannya naik ke punggung dan bermuara pada wajah laki-laki yang juga mengamati Kinal.

“Ha! Astagfirullah!” gumam Kinal melepas pegangannya. Ia kembali berdiri tegak sambil berpegangan pada pengait yang bergelantung diatasnya sambil berusaha menyembunyikan rasa malunya.

“Kenapa loe gak gerak pas gak sengaja gue peluk? Kesempatan loe.”

“Kesempatan apaan? Tangan gue juga loe peluk, gimana gue mau gerak.” Tandas Bisma.

“Halah, alesan.”

“Loe kira gue mau dipeluk sama loe? Kalo gue bisa gerak, loe udah jatoh. Harusnya loe bilang makasih sama gue.” Kinal hanya memalingkan mukanya.

Kinal berlari agar sedikit menjauh dari Bisma setelah turun dari bis. Semakin lama ia memperlambat lajunya, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Perlahan seraut senyuman menghiasi wajah manisnya.

“Kinal.. Kinal.. Buruan sini!” Teriak Veranda dari balik gerbang sekolah, seketika Kinal berlari menghampiri Veranda dan Melody.

“Apaan? Kenapa, Ve?” tanya Kinal ikut cemas.

“Gak apa-apa sih, panas aja disini.” Mendengar jawaban datar Veranda itu Kinal hanya memberikan cubitan gemas dipipi Veranda.

Sorry deh, kalian nunggu lama.”

“Gak apa-apa. Tapi kalo loe balik, bilang dulu dong. Gue kan nyariin loe tau.” Ucap Melody.

“Iya sorry, sorry. Gue buru-buru sih, abisnya gak bawa seragam.”

“Gue tau, kan loe tulis didinding memo gue.” Kinal hanya nyengir sambil mengangkat jari tengah dan telunjuknya.

Pandangan Kinal beralih saat Bisma berjalan memasuki gerbang, tanpa sadar ia sedikit menarik kedua sudut bibirnya. Mengingat kejadian yang ia alami di bis.

“Loe kenapa senyum-senyum gitu, Nal?” tanya Veranda keheranan.

“He? Gue senyum-senyum?” Kinal balik bertanya lalu berusaha seperti biasa.

“Iya.”

“Kinal kepanasan kali, mukanya aja sampe merah gitu. Yuk masuk.” Mendengar perkataan Melody, seketika Kinal memegang pipinya.

Merah? Apa gara-gara mikirin Bisma? Oh, No...
Mudah-mudahan emang gara-gara kepanasan.. batin Kinal.







bersambung.............



Preview part4

“Pokoknya kalo ada sms atau telpon dari siapapun, jangan loe apa-apain.” Veranda memperingatkan.
                           
“Oh, loe takut kalo ada telpon dari pacar loe ya?”

“Gak usah sok tau deh. Gue gak punya pacar.”



“Aku takut... kamu nunggunya kelamaan..” jawabnya sembari ngos-ngosan. Bisma tersenyum sembari mendorong Melody untuk duduk.
                    
“Emang kamu ngapain dulu? Milih-milih baju ato dandan dulu?” tebak Bisma membuat Melody menyikut perut Bisma. Lalu ia mengeluarkan sebuah bukku dari tasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar