Sabtu, 18 April 2015

Cerbung SMASH & JKT48 - Aturan Anti Cinta_Part1

Tittle : Aturan Anti Cinta

Author : Fauziya Fitri

Genre : friendship, drama, romantic

Cast : Ilham, Bisma, Rangga, Dicky (SMASH) – Kinal, Melody, Veranda, Ayana (JKT48)

Inspiring story by JKT48’s song

Cover by Fauziya Fitri




Menunggu memang hal yang paling menyebalkan, itu yang Melody lakukan bersama Kinal di gerbang sekolah sebelum bel berbunyi. Setiap pagi harus menunggu Veranda yang biasanya suka telat. Bisa aja sih Melody dan Kinal meninggalkan gerbang sekolah tanpa menunggu Veranda lalu masuk ke kelas, tapi rasanya enggak, mengingat  Melody, Kinal dan Veranda punya perinsip kesetiakawanan.

Berbeda dengan hari sebelumnya, pagi ini matahari terasa mendekat membuat Kinal yang notebennya sedikit gak sabaran jadi lebih senewen. Dengan mengeluarkan buku tipis dalam tas, Melody mengayunkan buku kearah wajah Kinal, sekedar mengurangi senewennya pagi ini.

“Nah, itu Ve.” Seru Kinal lega, Melody menoleh melihat Veranda keluar dari taxi.

“Sorry gue telat, jalannya macet banget.” Terang Veranda sebelum Kinal mengajukan pertanyaan atau tepatnya sedikit omelan padanya.

Kinal menghela nafas beratnya. “Yaudah, kita masuk aja, panas nih.”

“Kita ke kantin dulu, ya. Aus nih, tadi gue buru-buru, sarapan aja gak sempet.” Ucap Veranda.

“Katanya buru-buru, tapi kenapa telat dateng?” tanya Melody.

“Gue mana tau kalo jalanan bakal macet parah.” Balas Veranda.

“Udah deh gak usah pada ribut, yang penting kan belum bel.” Ucap Kinal sedikit kesal mendengar celotehan kedua sahabatnya itu di telinga sebelah kiri dan kanannya. Melody dan Veranda langsung  mengatupkan bibirnya.


***


“Sini, Bis. Lempar!”

“HAP!” Ilham menangkap bola basket yang dilempar Bisma lalu ia men-drible bola itu. Mereka berdua saling mengoper bola di lorong sekolah.

Ditengah permainan mereka, Bisma melempar bola lebih jauh ke belakang Ilham, mau tak mau Ilham harus mengambil bola itu.



“Arrhhg..” Ilham menabrak Veranda yang tengah berjalan bersama Melody dan Kinal. seketika mereka menghentikan langkahnya, begitu juga Bisma yang berdiri ± 2 meter  dari Ilham, ia hanya menepuk keningnya, mau kabur tapi kasian juga pada Ilham yang pasti bakal dapet omelan cewek-cewek itu.

“Ups.. Gue gak sengaja.”

“Heh, badut. Kalo jalan yang bener dong. Liat baju temen gue jadi kotor.” Ucap Kinal sewot melihat baju Veranda kotor terkena jus yang dipegangnya.

“Lagian jalan mundur-mundur gitu, kebanyakan gaya loe.” Tambahnya.

“Siapa yang banyak gaya? Gue kan bilang gak sengaja.”

“Sini gue bersihin.” Ilham mulai mengkibas-kibaskan tangannya hendak membersihkan seragam Veranda.

 Veranda mendaratkan tamparan pelan namun bisa juga terasa pedih di pipi Ilham ketika Ilham akan membersihkan noda di baju Ve. “Heh, loe mau ngapain? Jangan macem-macem ya.”

“Kok loe nampar gue? Gue Cuma mau bersihin baju loe.” Ucap Ilham meringis kesakitan sambil mengusap pipi kirinya.

“Gak usah. Muka loe muka-muka modus.” Balas Veranda ketus.

“Enak aja. Niat gue baik mau bersihin baju loe.” Ucap Ilham tak terima.

“Ayo, Ham. Kita pergi aja.” Bisma tiba-tiba datang menarik tangan Ilham hendak pergi, sekalian menghindari omelan cewek-cewek.

“Ini lagi satu, maen ngajak pergi aja. Temen loe masih punya urusan sama temen gue.” Sambar Kinal.

“Urusan apaan? Gue udah mau tanggung jawab, tapi temen loe malah gak mau.”ucap Ilham yang tak mau kalah.

“Abisnya gue gak mau dipegang-pegang sama loe, emang salah?”

“Kalo bukan gara-gara punya niat baik bersihin baju loe, gue juga males megang-megang loe.”

Melody menggoyang-goyangkan lengan Kinal sambil sedikit berbisik. “Ssuttt.. Yaudah lah, Nal, Ve. Kita damai aja, malu tau diliatin anak-anak.”

“Kok loe nyuruh kita damai sih? Harusnya dia minta maaf dulu.” Sahut Kinal sengaja mengeraskan suaranya, matanya juga melotot-melotot ngeliatin Ilham.

“Yee, daritadi kan gue bilang gak sengaja, GAK SENGAJA! Gak usah minta maaf kan?”

“Kok loe yang nyolot sih? Loe emang dasarnya gak bisa bilang maaf. Itu gak susah, Cuma satu kata doang.”

“Harusnya gue yang nanya, kenapa loe yang lebih nyolot? Temen loe aja gak senyolot loe.” Kinal belum sempat membalas kata-kata Ilham, tiba-tiba sebuah jemari tangan sesaat menjewer daun telinga Ilham.

“Ilham, kenapa kamu teriak-teriak disini? Ini bukan lapangan.”

Ilham hanya bisa cengengesan setelah dilihatnya Bu Hani berdiri disampingnya .“E-enggak, bu. Cewek ini nih.”

“Ini nih, bu. Dia tumpahin minuman ke baju Veranda.” Adu Kinal. Seketika Bu Hani sekilas menatap baju Veranda yang dimaksud Kinal.

“Saya gak sengaja, Bu. Suer deh.” Bela Ilham seraya mengacungkan dua jarinya.

“Tapi dia gak mau minta maaf, Bu.” Tandas Kinal.

“Ilham.. Ayo minta maaf pada mereka.” Ucap Bu Hani, Kinal pun memasang wajah kemenangan. Sementara Ilham manyun sejenak.

“Yaudah, sorry.” Ucap Ilham pada Veranda. Kinal mengeryitkan alisnya, segitu doang? Dia bahkan gak natap muka orang yang dimintain maaf.

“Ya sudah kalau begitu kalian masuk kelas, ya.” Ucap Bu Hani

“Oh, Veranda. Nanti kamu bisa bersihkan baju di toilet, ya.” Tambahnya sebelum melangkah pergi, ia cuek seakan kasus seperti ini sering terjadi.


****


“Empat kali... Emm, hasil konstansa-nya berapa?” Tanya Rangga sambil hendak berfikir untuk menulis angka berapa yang harusnya ia tulis di buku dihadapannya.

“5.” Jawab Ayana yang sedang duduk didepan bangku Rangga dengan posisi menyamping sembari fokus pada kegiatan mengikir kuku tangannya.

“Hasilnya 5 tuh dari mana?” Rangga yang tak percaya begitu saja dengan jawaban Ayana.

Feeling gue bilang jawabannya 5.” Ucap Ayana yang masih mengikir kukunya.

“Ngaco loe. Sebenernya loe udah ngerjain belom sih?”

“Udah, ngerjainnya bareng Dicky lagi, jadi gue rada gak fokus gitu.” Jawab Ayana dengan sedikit cengengesan. Rangga berdecak kesal.

“Ck! Yaudah sini liat PR loe!” Rangga beranjak dari duduknya untuk meraih buku PR Ayana di bangkunya.

“Iih, gak mau. Enak aja nyontek.” Ayana berusaha mencegah tangan Rangga yang hendak mengambil bukunya, Rangga pun mengalah dan duduk kembali.

“Gak nyontek, Cuma mau liat caranya doang. Loe ngajarin gue gak bener sih, gue gak mau ngikutin feeling loe.”

“Yaudah loe minta ajarin yang sama lain aja, kenapa gue?”

“Lagian kenapa bangku loe ada di depan bangku gue?” Rangga balik bertanya.

“Yaudah bangkunya mundurin, nih..” dengan posisi duduknya, Ayana berbalik lalu mendorong meja Rangga, Rangga hanya mengerutkan alisnya kesal melihat kelakuan Ayana.

“Eh, loe apa-apaan?” ucap Rangga yang tak terima, ia membalasnya dengan menggoyang-goyangkan sandaran kursi Ayana meskipun ia berteriak meminta ampun.

“Woy, loe ngapain isengin anak kecil?” tanya Bisma yang baru datang menghampiri bangku Rangga, Rangga pun menghentikan aksinya menggoyang-goyangkan kursi Ayana.

“Heh, enak aja. Gue udah gede tau.” Sambar Ayana tak terima.

“Eh, kenapa loe, Ham?” tanya Rangga melihat Ilham datang dengan memegangi pipi kirinya.

“Abis dicium cewek.” Jawab Bisma asal.

“Ha? Serius?” tanya Rangga meyakinkan.

“Wah, Ilham udah punya pacar? Tapi liat-liat tempat dong, jangan di sekolah ju..” Bisma tiba-tiba menutup mulut Ayana.

“Fluaahh.. Uh, tangan loe bau.”

“Lagian gak ada yang ngajak loe ngomong.” Ucap Rangga pada Ayana.

“Boro-boro di cium cewek, gue abis ditampar gara-gara numpahin minuman.” Ucap Ilham.


**


Seusai bel pelajaran kedua, Veranda dan Melody izin ke toilet untuk bisa membersihkan sisa kotoran di seragam sekolah Veranda. Sambil berjalan dilorong, dengan sibuknya Veranda berusaha membuka resleting jaket milik Kinal, terasa sulit karena tangannya sembari membawa handphone dan botol air mineral bekas membersihkan bajunya di toilet.

Dari arah berlawanan, Rangga berjalan didepannya. Tanpa melihat arah jalan, Veranda bertabrakan dengan Rangga. Veranda berusaha menahan jaketnya agar tak jatuh ke lantai, tapi dengan segala keribetan ditangannya, jaket itu pun jatuh ke lantai. Rangga melangkahkan satu kakinya dan menginjak jaket, seketika Veranda menjerit kecil melihat jaketnya terinjak.

“Aaah, jaketnya kotor.” Dumel Veranda melihat jejak sepatu Rangga berada di pundak dan lengan jaket berwarna putih-biru itu.

“Heh! Loe kok injek jaketnya sih? Liat nih, kotor kan? Nih liat!!” ucap Veranda menunjukkan noda jaket ke depan wajah Rangga.

“Salah loe sendiri jalan gak liat ke depan.” Balas Rangga.

“Kan loe tau gue gak liat jalan, harusnya loe bisa kan jalannya hindarin gue?”

“Mel, jaketnya kotor. Gimana nih?” adu Veranda pada Melody, bukan karena ia akan kena omel Kinal tapi karena tak ada baju bersih yang bisa menyembunyikan seregamnya yang kotor.

Rangga merebut botol air ditangan Veranda lalu dengan santai menyiram ke jaket yang kena noda membuat Veranda dan Melody melongo. “Nah, abis itu tinggal kucek-kucek aja. Gampang kan? Gitu aja repot bener.”

“Loe apain jaket gue?” geram Veranda.

“Bantuin bersihin.” Balas Rangga masih santai.
Kesal dengan kelakuan Rangga, Veranda merebut kembali botol airnya lalu dengan sengaja ia  menyiramkannya ke baju Rangga.

“Heh! Apa-apaan sih loe?” Rangga mulai kesal ddengan perlakuan Veranda.

“Kita impas.” Ucap Veranda santai sementara Rangga hanya melotot memandang Veranda. Tanpa berkata lagi, Veranda dan Melody hendak berjalan meninggalkan Rangga yang masih tertegun.

“Gue biarin pergi soalnya kalian chicken.” Seketika Melody dan Veranda yang sudah dibelakang Rangga menghentikan langkahnya. Veranda berbalik dan berjalan kearah Rangga.

“Barusan loe bilang apa?” tanya Veranda memastikan.

“Loe seneng ya gue sebut chicken sampe-sampe loe pengen denger lagi?”

“Hey, gue sama Melody bukan pengecut. Gue Cuma mau loe ngerasain apa yang gue rasain.”

“Emang loe ngerasain apaan?”

“Loe pikun, ya? Kan tadi loe nyiram jaket gue.”

“Lha, kan gue bantuin bersihin doang.”

“Gak ngaruh apa-apaan. Malah tambah parah.”

Rangga menghela nafas. “Oke, oke. Sekarang mau loe apaan?”

“Ya bikin keadaan jadi impas lah.”

“He?”

“Gue tantangin loe makan bakso sekalian buktiin kalo gue bukan pengecut. Siapa yang paling banyak nuangin sambel, dia yang menang.” Ucap Veranda.

“B-banyak-banyakan makan sambel?” tanya Rangga.

“Iya.” Rangga sejenak tertegun, ia berfikir bagaimana bisa makan banyak sambel sementara ia tak suka makanan pedas, perutnya akan terasa perih nantinya.

“Gimana? Berani gak?” tanya Veranda meyakinkan.

“Oke, siapa takut. Asal loe tau ya, pas gue baru lahir aja langsung makan rendang pedes. Apalagi ini Cuma makan bakso.” Ucap Rangga.

“Yaudah gak usah banyak omong, gue tunggu di kantin pas istirahat.”

“Mel, loe jadi jurinya.” Sambungnya pada Melody.

Setelah bel istirahat berbunyi, Rangga pergi ke kantin untuk memenuhi tantangan Veranda. Tak berselang lama, Veranda pun datang bersama Melody.
Tak membuang waktu, Melody duduk diantara Rangga dan Veranda, ia segera memesan dua mangkok bakso untuk mereka berdua, lalu memberikan sesendok sambal cabe pertama ke mangkok keduanya.

Tak banyak yang tau tentang pertandingan ini, Melody memberikan satu sendok ke masing-masing mangkok setiap setelah Rangga dan Veranda memakan dua suapan, ia lakukan itu berulang kali. Meskipun terasa pedas dan lidahnya terasa panas, Veranda terus saja memakan baksonya setiap kali Melody menambahkan sambal.

Tak beda dengan Veranda, Rangga pun tak mau kalah, demi agar tidak terlihat lemah didepan cewek, ia tetap makan dan menahan perutnya yang mulai terasa sakit dan mual. Untuk sekian detik, Rangga menghentikan aksinya namun mual di perutnya perlahan mulai perih. Saat Melody menuangkan sambal yang ke 12, sakit diperutnya juga mulai membuat kepalanya pusing sehingga membuat ia tak sadarkan diri.

“Eh, kenapa nih?” tanya Melody sembari kedua tangannya menahan tubuh lemas Rangga yang hendak bersandar dipundaknya. Veranda menghentikan makannya lalu menoleh kesebelah kirinya.

 “Ha? Kenapa, Mel?” tanya Veranda sembari  tak bisa menahan rasa pedas dimulutnya.

“Gak tau, tau-tau dia begini.” Veranda beranjak dari duduknya untuk melihat keadaan Rangga.

“Hey.. bangunn...” ucap Veranda panik sambil menepuk-nepuk kedua pipi Rangga, namun Rangga hanya diam memejamkan mata di pundak Melody.

“Loe jangan becanda deh, banguun!!”

“Kayaknya dia beneran pingsan deh, Ve.” Ucap Melody melihat wajah Rangga yang pucat.

“Aduh, gimana nih? Toloong..” seketika siswa yang ada disana mengerubuti meja Melody.

“Ada apaan nih?” tanya Dicky datang diantara kerumunan siswa.

“Ha? Rangga? Loe kenapa?” sambungnya lagi yang juga ikut-ikutan panik seperti Veranda.

“Gak tau nih, tau-tauaja dia pingsan.” Jawab Melody.

“Yaudah, kita bawa Rangga ke UKS. Ayo angkat!” ucap Dicky, ia dan beberapa siswa laki-laki menggendong tubuh lemas Rangga. Tak menghiraukan rasa pedas yang masih menempel di mulutnya, Veranda dan Melody segera mengikuti rombongan yang membawa Rangga.


Setelah memeriksa keadaan Rangga untuk beberapa saat, petugas UKS meminta agar Rangga segera dibawa ke rumah sakit. Hanya menunggu beberapa saat setelah menelpon rumah sakit terdekat, ambulance pun datang untuk membawa Rangga.




bersambung...............




Preview Part 2


“Lagian loe ngapain pake nerima tantangan cewe itu? Biasanya setengah sendok sambel, perut loe udah melilit aja.” ucap Bisma.

“Heh, dikit banget setengah sendok. Satu sendok kali.” Protes Rangga.

“Iya, pokoknya itu deh.”

“Ya soal gengsi lah, Bis. Malu dong kalo nolak, apalagi cewe.” Jawab Rangga.

“Bagus tuh, bagus, Ga. Gengsi kita emang harus gede didepan cewe.


“Yaudah sii, seiring waktu orang-orang bakal lupa masalah ini, dia juga bakal lupa.” Sekilas Kinal melempar pandangan kearah Rangga yang tengah duduk agak jauh disebrang mereka bertiga.

“Gak mungkin dia lupain lah, dia kan korban.” Veranda yang berdiri diantara Melody dan Kinal hanya bisa mengamati bibir siapa yang bicara. Bagai dua evil didalam tubuhnya yang saat ini sedang berdebat, Kinal dan Melody tak mau mengalah.




“Karna gue baik, jadi Cuma 6juta aja.”


 “E-enam juta?” Veranda melongo mendengar jumlah uang  yang disebutkan Rangga.


“Heh, hape loe bunyi tuh, Bis.” Ucap Ilham saat ponsel Bisma berdering tanda panggilan masuk.
                          
“Imel?” Ilham membaca nama kontak yang tertera di layar ponsel Bisma, seketika Bisma menoleh dan menyabet ponsel di atas meja dibelakangnya, lalu pergi menjauh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar