Tittle : Aturan Anti
Cinta
Author and Cover by Fauziya Fitri
Genre : friendship, drama, romantic
Cast : Ilham, Bisma, Rangga, Dicky (SMASH) – Kinal, Melody,
Veranda, Ayana (JKT48)
Inspiring story by JKT48’s song
***
“BIISMAAA..” suara Ayana
menggelegar kepenjuru kelas, ia berlari kecil menghampiri Bisma yang tengah
bercanda bersama Ilham. Meski suara itu memekakan telinga tapi jika itu Ayana, mereka
berdua tak akan menghiraukannya.
“Ilham.. Gawaat..” ucap Ayana
seraya menarik-narik baju lengan Ilham.
“Apaan sih loe? Dateng-dateng
malah bikin ribut.” Sembari kesal, Ilham merapikan bajunya.
“Masa kalian gak tau diluar lagi
heboh?”
“Heboh apaan? Kenapa? Dicky selingkuh,
ya?” tebak Bisma asal diikuti tawa puas Ilham. Kesal dirinya tak dianggap
serius, Ayana memukul lengan kanan Bisma.
“Bukan gitu. Rangga pingsan.”
Ucap Ayana langsung keintinya.
“Gak lucu.”
“Tau, kalo mau ngerjain kita tuh
yang kreatif gitu.” Sekali lagi Ayana memukul lengan Bisma, kali ini bersamaan
dengan Ilham, ia kesal dirinya tak pernah dianggap serius oleh mereka berdua
juga Rangga.
Kali ini ia menarik tangan Bisma
dan Ilham. ”Gue serius. Buruan ikut gue! Rangga sekarang di UKS.”
Sepertinya tak main-main, Bisma
dan Ilham mulai khawatir dan melepas pegangan tangan Ayana. “Awas loe kalo
bo’ong.” Ancam Ilham sebelum ia pergi disusul Bisma.
Benar saja, sesampainya di UKS,
mereka berdua melihat Rangga tergulai lemas sambil memejamkan mata ditemani
petugas UKS yang memeriksanya.
Setelah memeriksa keadaan Rangga
untuk beberapa saat, petugas UKS meminta agar Rangga segera dibawa ke rumah
sakit. Hanya menunggu beberapa saat setelah menelpon rumah sakit terdekat,
ambulance pun datang untuk membawa Rangga. Bisma dan Ilham hanya bisa melihat
Rangga dibawa ambulance tanpa bisa menemaninya.
Kejadian saat istirahat sejam
yang lalu membuat Veranda cemas, takut terjadi sesuatu yang parah pada Rangga.
Kecemasan itu terbawa ke kelas, ia terus mengutuk dirinya sampai-sampai membuat
Bu Hana geram dan mengancam akan mengeluarkan Veranda dari kelas jika ia
terus-terusan berisik.
**
“Duuh, gimana dong nih? Gimana
kalo dia mati? Trus keluarganya nuntut gue dan gue bakal masuk penjara.. Gimana
dong, gimana? Ini gara-gara gue, tapi gue gak mau masuk penjara.” Dumel Veranda
yang menggandeng satu lengan Kinal dan Melody sembari berjalan pulang.
“Dari tadi loe berisik deh, itu-itu
mulu yang diomongin.” Timpal Kinal.
“Abisnya gue takut, Nal. Gimana
kalo dia meninggal trus gue di penjara?”
“Loe tenang dulu deh sekarang...
Gak apa-apa, paling Cuma 2 taun.” Ekspresi Veranda berubah jadi semakin cemas
sementara Kinal hanya cekikikan, berhasil menggoda temannya itu.
“Aahh, gimana nih, Mel?” Veranda
menggoyang-goyangkan lengan kanan Melody.
“Bener tuh kata Kinal..”
“Ha? Beneran gue bakal dipenjara
2 tahun?” sambar Veranda.
“Bukan, makanya kalo gue ngomong
jangan di potong dulu. Maksud gue, bener loe itu harus tenang dulu. Tadi kan
dia Cuma pingsan.” Ucap Melody.
“Ya siapa tau pas di kantin tadi
emang pingsan, tapi pas sampe rumah sakit dia meninggal.”
“Lagian kenapa sih dia pingsan
segala? Apa dia alergi daging? Atau gara-gara kebanyakan sambel?” sambung
Veranda.
“Atau.. dia gak suka sawi jadinya
kaya gitu?” Seketika Melody dan Kinal menoleh.
“Apa hubungannya dia gak suka
sama sawi trus pingsan?” tanya Kinal.
“Ya gak tau.” Jawab Veranda polos
seraya menaikkan bahunya, Kinal hanya menghela nafas sambil menepuk keningnya.
“Tapi, bisa jadi loh, gara-gara
sambel trus usus buntu.” Ucap Melody menyimpulkan.
“Berarti parah dong?” tanya
Veranda.
“Ya enggak parah-parah banget, di
operasi aja pasti sembuh kok.”
“Gimana kalo oprasinya gagal,
terus dia meninggal?”
“Kebanyakan gimananya loe ah. Loe
pikir dokternya baru belajar operasi 2 hari apa?” sambar Kinal.
“Ya bisa aja kan.” Kinal hanya
berdecak lalu mencubit gemas pipi Veranda. Lama-lama kesal juga dengan Veranda
yang sedari tadi menyimpulkan hal-hal yang buruk.
“Awws, sakit..”
“Lagian loe lagi kenapa pake
bikin acara nantangin makan bakso? Loe gak suka makan pedes juga.”
“Gue juga gak tau, gue
keceplosan. Lagian dianya juga ngeselin sih.”
Melody berusaha menghibur
Veranda. “Gara-gara Ve ngeliat pipinya Rangga mirip bakso kali, Nal.” Kinal
hanya menyambut ucapan Melody dengan tawa tanda setuju, tapi tidak halnya
Veranda, ia sama sekali tidak bereaksi ataupun terhibur.
“Aaa, gimana nih? Gue takut.”
Lanjut Veranda.
“Hus, jangan ngomong gitu mulu.
Masih mending kalo ngomongin yang indah-indah. Kalo loe nething terus, ntar
kejadian beneran gimana? Hayoo..” ucap Kinal
lalu Melody segera mencegahnya agar tidak bicara lagi saat Veranda hendak akan mengatakan
sesuatu.
“Yaudah deh, ntar sore kita
jenguk dia ke rumah sakit, kita liat keadaannya biar loe tenang.” Ucap Melody
menyarankan, seketika wajah Veranda lebih terlihat lega dan mulai bisa
tersenyum.
“ Yeay asiik..” sambil memeluk
Melody dari samping, ia meloncat-loncat kegirangan.
**
Setelah dikabari Rangga selesai
operasi, petang itu juga Bisma dan Ilham datang ke rumah sakit untuk melihat
keadaan Rangga. Mereka lega karena melihat sahabatnya itu sudah baik-baik saja.
Setelah 2 jam dari operasi dan istirahat, ia mulai bisa tersenyum melihat 2
kawanannya itu datang.
“Jaga Rangga sebentar ya, Bis.
Tante keluar dulu.” Ucap Mama Rangga begitu Bisma dan Ilham masuk ruang rawat
Rangga.
“Iya tenanga aja, tante.” Balas
Bisma.
“Gak usah senyum-senyum. Loe kenapa
sampe pingsan?” selepas Mama Rangga menghilang di balik pintu, Bisma merubah
ekspresi seriusnya siap memarahi Rangga.
“Gue sakit.” Jawaban polos
terlontar begitu saja dari bibir kering Rangga.
“Ham, bilang ke dia, mukanya
jangan gitu. Nakutin tau.” Ucap Rangga beralih pada Ilham.
“Bis, bis. Loe nanyanya biasa aja
dong. Muka loe kayak yang mau makan dia tau. Santai, ya.” Bujuk Ilham, Bisma
pun mengalah lalu menarik napas.
“Gue denger dari anak-anak, loe
pingsan gara-gara makan banyak sambel. Padahal setengah sendok sambel perut loe
udah melilit aja.”
“Tau tuh.” Sambar Ilham
menandakan setuju.
“Heh, dikit banget setengah
sendok. Satu sendok kali.” Protes Rangga.
“Kenapa loe gak ajak kita?”
“Iya, kenapa?” tanya Ilham
ikut-ikutan.
“Itu..” perkataan Rangga
menggantung, ia bingung harus memberi alasan apa.
“Trus, gue juga denger kalo loe
makan bareng cewe kelas IPA-3. Kenapa?” lanjut Bisma dengan pertanyaannya.
“Iya, kenapa? Eh...” Ilham baru sadar
dengan pernyataan Bisma yang ini.
“Makannya bareng cewe kelas
sebelah, Bis? Kok gue baru tau.” Ucap Ilham pada Bisma.
Ia beralih menatap Rangga. “Emang
siapa, Ga? Loe makan bareng siapa?”
“Gue bukan sengaja makan bareng
dia. Namanya... Melody.” Jawab Rangga setelah mengingat nama itu saat kejadian
ia menabrak Veranda. Seketika Bisma terbelalak.
“Loe tau Kinal gak? Dia pernah
sekelas sama gue pas kelas 2. Nah yang nantangin makan bakso tuh temennya.”
Sama seperti Bisma, Ilham tiba-tiba terbelalak.
“Loe bilang siapa?”
“Ha? Nantangin?” diwaktu
bersamaan, Ilham dan Bisma menanyakan pertanyaan yang berbeda.
“Apaan? Loe ditantangin cewe-cewe
rese itu?” entah kenapa tiba-tiba suara Ilham jadi sedikit meninggi.
“I-iya. Sekarang kenapa loe yang
emosi sih? Gue lagi sakit nih, jangan dimarah-marahin mulu.” Ucap Rangga sambil
menunjukkan selang infus yang menempel dipunggung tangannya.
Dicecar-cecar pertanyaan bak
buronan oleh kedua sahabatnya itu, Rangga pun menceritakan kejadian kemarin .
Suasana malam yang berangin ini
menyambut kedatangan Veranda, Kinal dan Melody di rumah sakit setelah mereka
turun dari taxi.
“Nal.. Ayo masuk.” Melody
menyikut lengan Kinal yang hanya diam
berdiri memandangi pintu rumah sakit.
“Kita pulang aja yuk.”
“Kok pulang sih? Udah nyampe sini
juga. Kan kasian Ve.” Bujuk Melody.
“Hei, malah ngobrol. Sini.” Dengan
sedikit berteriak, Veranda sudah ada didepan meja informasi dengan menjinjing
sekantong buah-buahan. Mau tak mau Kinal harus ikut masuk bersama Melody.
“Liat tuh, Ve. Ada cowo rese.
Berarti itu kamarnya.” Dari kejauhan mata Melody menangkap Ilham dan Bisma yang
tengah duduk di kursi tunggu didepan sebuah kamar rawat. Tanpa keraguan,
Veranda berjalan melangkah menuju kamar itu.
Diwaktu yang sama, Ilham menyadari
kedatangan 3 cewe itu. Dia langsung tau saat melihat Kinal diantara mereka.
Seketika ia beranjak dari duduknya.
“Kalian ngapain disini?” ketus
Ilham.
Tak ada yang menjawab untuk
sesaat. “Kita mau jenguk orang yang dirawat disini.” Jawab Melody.
Ilham menoleh ke pintu ruang
rawat Rangga sekilas. “Buat apa? Loe kan udah bikin temen gue sakit.” Dia
menunjukkan jari kedepan wajah Melody. Tak terima, Kinal menepis tangan Ilham
dari hadapan Melody.
“Bisa gak loe ngomongnya biasa
aja? kita mau jenguk doang, gak mau ngapa-ngapain.”
“Gak bisa. Loe semua gak boleh
masuk.” Tandas Ilham
“Emang loe siapa
ngelarang-larang?” tanya Kinal.
“Gue temennya, makanya gue gak
mau loe semua masuk. Yang ada Rangga malah makin sakit.” Tak bisa berbuat
apa-apa, Kinal hanya mengeratkan kepalan tangannya menahan kemarahan.
“Oh, itu..” Ilham menunjuk
sekantong buah yang dibawa Veranda.
“Kalian makan aja sendiri. Kita
kan gak tau loe naro apaan situ.” Lanjutnya.
“Racun maksud loe?” Ilham hanya
menaikkan kedua bahunya.
“Loe pikir ni buah buat temen
loe? Orang ini gue beli emang buat gue makan pas pulang dari sini.” Balas
Veranda seraya memberi juluran lidah menyembunyikan kekesalannya.
“Udah deh, ini rumah sakit.
Mending kalian pergi aja.” usul Bisma. Dengan tatapan sinisnya yang tak lepas
dari Ilham, Kinal merangkul lengan Melody dan Veranda bersiap untuk pergi.
**
Kinal menghempaskan tasnya di
meja cafe, dibenaknya hanya ada kekesalan pada Ilham meski ia sudah mengoceh
tentang itu sepenjang jalan menuju cafe.
“Daripada muka loe kusut gitu,
mending gue pesenin loe yang pedes-pedes sama dingin, ya?” tawar melody, Kinal
hanya mengangguk.
“Percuma gue beli buah...”
keluhan Veranda itu terpotong oleh kata-kata Kinal.
“Kalo loe mau ngomongin kejadian
tadi, mending loe omongin aja dalem hati.”sambar Kinal, Veranda hanya bisa diam
mengerucutkan bibirnya.
“Eh, dari Bibi. Gue angkat dulu,
ya.” Ucap Kinal setelah medengar ponselnya berdering.
“Wuu.. padahal kan dia yang dari
tadi ngoceh.” Keluh Veranda dengan nada berbisik pada Melody yang tengah asyik
dengan ponselnya.
“Yaudah sii, Ve. Loe kaya gak
kenal dia aja.”
“Hmm.. Loe tau kan gue ngerasa
bersalah sama dia. Tapi eh, malah gak dibolehin masuk.” Keluhnya lagi.
“Gak usah khawatir. Dia udah
baikan kok.” Balas Melody.
“Loe tau darimana kalo dia udah
baikan?” tanya Veranda heran.
Pertanyaan Veranda itu membuat ia
tersadar dengan ucapannya sendiri. “Ah, itu..” Melody hendak berpikir untuk
mencari alasan masuk akal sambil sesekali melirik Veranda yang menatapnya
seperti menanti jawaban Melody.
“Dari twitter.”
“Kalian saling follow?”
“He? Ya enggak. Gue tau dari twit
ke twit. Loe ngerti kan maksud gue.” Ucap Melody diiringi senyum garingnya. Ia
bernapas lega saat Veranda tak bertanya lebih lanjut lagi.
**
“Pokoknya loe santai aja, ya. Semangat!” ucap
Melody sambil menunjukkan kepalan tangannya.
“Kalo loe gak mau juga gapapa,
Ve. Lagian bukan sepenuhnya salah loe, mereka sendiri yang gak bolehin kita
masuk.” Tandas Kinal
“Eh, bukan Cuma yang di rumah
sakit, tapi soal Ve yang nantangin dia makan bakso juga.” Bela Melody.
“Yaudah sii, seiring waktu
orang-orang bakal lupa masalah ini, dia juga bakal lupa.” Sekilas Kinal
melempar pandangan kearah Rangga yang tengah duduk agak jauh disebrang mereka
bertiga.
“Gak mungkin dia lupain lah, dia
kan korban.” Veranda yang berdiri diantara Melody dan Kinal hanya bisa
mengamati bibir siapa yang bicara. Bagai dua evil didalam tubuhnya yang saat
ini sedang berdebat, Kinal dan Melody tak mau mengalah.
“Loh? Ve juga kali, dia juga kan
perutnya melilit. Iya kan, Ve?” tanya Kinal minta persetujuan pada Veranda.
“Iya, emang. Tapi cowo itu lebih
parah kan?” ucap Melody tak mau kalah.
Ia mulai merangkul pundak
Veranda. “Ve, Kinal emang ada benernya juga, ini bukan sepenuhnya salah loe.
Tapi gak ada salahnya dong kalo kita minta maaf duluan? Kita buktiin ke
cowo-cowo itu kalo kita punya hati yang lebih besar. Kita ini lebih baik
daripada mereka. Hm!” Dengan nada semangat empat lima, Melody mengacungkan
kepalan tangannya lagi.
“Ngomong apa sih loe, Mel?” tanya
Kinal meremehkan, Melody hanya menyipitkan matanya kesal namun tak berniat
meladeni perkataan sahabatnya itu.
“Buruan, Ve. Buruan!” Melody
mencengkram bahu Veranda dan mendorongnya.
“Tapi gue harus ngomong apaan?”
“Nah, loe ngomong~..” kalimat
Kinal dipotong oleh Melody soalnya tau kalo Kinal pasti bakal mendoktrin
Veranda yang enggak-enggak.
“Loe ngomong aja apa yang mau loe
omongin.” Jawab Melody masih mendorong bahu Veranda.
Sesampainya di pinggir lapangan,
Veranda terlihat ragu-ragu kala melihat Rangga yang duduk beberapa meter
darinya. Pandangannya beralih ke Melody dan Kinal yang berdiri disebrang
lapang, malahan Melody kelihatan menyemangatinya sambil melambai-lambaikan
tangan Kinal yang dikepal.
Veranda pun memaksakan senyumnya
lalu menarik napas sebelum ia bejalan mendekati Rangga.
“Loe udah sehat? Udah gak apa-apa
kan?” tanya Veranda seraya memaksakan senyumnya. Dua hari sejak Rangga dirawat
dan tidak masuk sekolah, inilah waktu yang tepat untuk meminta maaf.
Rangga melirik Veranda sekilas. “Keliatannya?”
Rangga balik bertanya dengan nada dingin. Senyuman yang berusaha Veranda
tunjukkan di wajahnya seketika jadi muram, ia tau bicara dengan orang
menyebalkan pasti akan begini. Ia menarik nafas menyabarkan dirinya.
“Ya keliatan sehat. Tapi maksud
gue, loe masih ngerasa sakit ato gimana.”
“Masih.” Jawab Rangga cepat. Sabar,
Ve.. Batin Veranda.
“Trus, kenapa gak tiduran dirumah
sakit aja? Kenapa dateng ke sekolah?”
“Loe kira dirawat di rumah sakit
gratis apa? Operasi lah, rawat inap lah. Loe pikir itu gak bayar?” Veranda
hanya diam dengan bibir mengatup, ia merasa bersalah juga.
“Berapa?”
“Apaan?” Rangga balik bertanya.
“Biaya rumah sakit loe lah.
Berapa?”
“Ngapain nanya-nanya?”
“Gue bayarin semuanya. Sekalian
permintaan maaf gue.”
“Apaan loe? Gak usah.”
“Gue gak mau punya hutang sama
loe.” Melihat Veranda yang berbicara sambil menunduk itu, tanpa sadar Rangga
senyum-senyum. Otak jailnya mulai kembali bereaksi.
“Yaudah kalo loe maksa. Totalnya 6juta.”
“E-enam juta?” lirih Veranda
mendengar nominal yang Rangga sebutkan. Sementara itu, Rangga berusaha
menyembunyikan senyum evilnya melihat ekspresi Veranda yang saat ini begitu
menyedihkan.
“Oke, 6jt..” Sedikit rasa kagum
pada Veranda yang sepertinya percaya omongannya begitu saja dan benar-benar
akan membayarnya.
“Tapi loe juga janji gak bakalan
nuntut gue.” Lanjutnya.
“Nuntut?”
“Sebenernya gue takut kalo loe
bakal laporin gue ke polisi.” Seketika Rangga menatap Veranda. Ia mengendus
kesal.
“Gue kira loe kayak gini
gara-gara loe emang perhatian sama tulus minta maaf, ternyata... biar gue gak
nuntut loe kan?” Veranda bisa melihat raut kemarahan di wajah Rangga, ia merasa
bersalah juga.
“B-bukan gitu.. Emm..”
“Eh.. Mel, Mel.. Liat deh, dia
kayak marah-marahin Ve. Iya gak sih?” tanya Kinal pada Melody yang sedari tadi
memperhatikan Veranda disebrang lapang.
“Gue rasa emang gitu.”
“Tenang aja, gue gak bakal nuntut
loe ke polisi kok.” Meskipun Rangga memalingkan wajahnya, Veranda masih melihat
raut kemarahan.
“Heh! Temen gue kan udah tulus
minta maaf sama loe, loe malah gak ngehargain?” tiba-tiba Kinal datang menarik
kerah baju Rangga, ia hanya tersentak begitu juga Veranda.
“Apa-apaan nih?” tanya Rangga, ia
melepaskan tangan Kinal dari kerah bajunya sementara Veranda berusaha menenangkan Kinal.
“Temen gue kan tulus minta maaf
sama loe. Emangnya usus loe putus bisa marah-marahin dia segala?” lanjutnya
Rangga mengendus kesal. “Loe
ngarepin usus gue putus? Lagian yang marah-marahin dia siapa? Lagian kalo gue marahin
dia terus kenapa? Loe mau jadi sok pahlawan gitu?” ucap Rangga tak kalah marah.
Tanpa membalas ucapannya, Kinal
hanya menginjak kaki Rangga. Tentu saja sakit, Rangga meringis kesakitan,
Veranda yang melihatnya pun jadi ikut ngilu.
“Yuk, Ve. Kita pergi aja.” sambil
merangkul lengan Veranda, Kinal meninggalkan Rangga yang tengah kesakitan.
“Wooyy.. Dasar cewek preman loe.”
Teriaknya.
bersambung...................
Preview Part 3
“Ve, jangan putus asa gitu dong. Tiap
hari gue bakal sisihin uang jajan terus gue kasih ke elo, gak banyak-banyak
amat sih, tapi nanti kan makin lama makin banyak.” Merasa setuju dengan usul
Kinal, Melody juga berniat melakukan hal yang sama.
“Oww, kalian so sweet
banget, gue sampe pengen nangis deh.” Ucap Veranda seraya merangkul pundak
kedua sahabatnya itu.
“Heh, hape loe nyala tuh, Bis.” Ucap Ilham
saat tiba-tiba ponsel Bisma bergetar tanda panggilan masuk.
“Imel?” Ilham membaca nama kontak
yang tertera di layar ponsel Bisma, seketika Bisma menoleh dan menyabet ponsel
di atas meja dibelakangnya, lalu pergi menjauh.
“Eh, ini apaan, Mel? Imut banget
warnanya pink. Jangan-jangan dari penggemar loe ya? Loe punya penggemar rahasia
ya?” ucap Kinal menebak-nebak sambil meraih amplop dimeja tanpa menjawab
pertanyaan Melody. Dengan cepat, Melody merebut amplop ditangan Kinal.
“I-ini bukan apa-apaan. Gue iseng
aja, bukan dari penggemar rahasia juga.”
“Loe kenapa senyum-senyum gitu,
Nal?” tanya Veranda keheranan.
“He? Gue senyum-senyum?” Kinal
balik bertanya lalu berusaha seperti biasa.
“Iya.”
“Kinal kepanasan kali, mukanya
aja sampe merah gitu. Yuk masuk.” Mendengar perkataan Melody, seketika memegang
pipinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar