Kamis, 02 Juli 2015

(Cerbung SMASH & JKT48) - Aturan Anti Cinta_Part2

Tittle : Aturan Anti Cinta

Author and Cover by Fauziya Fitri

Genre : friendship, drama, romantic

Cast : Ilham, Bisma, Rangga, Dicky (SMASH) – Kinal, Melody, Veranda, Ayana (JKT48)


Inspiring story by JKT48’s song


***

“BIISMAAA..” suara Ayana menggelegar kepenjuru kelas, ia berlari kecil menghampiri Bisma yang tengah bercanda bersama Ilham. Meski suara itu memekakan telinga tapi jika itu Ayana, mereka berdua tak akan menghiraukannya.

“Ilham.. Gawaat..” ucap Ayana seraya menarik-narik baju lengan Ilham.

“Apaan sih loe? Dateng-dateng malah bikin ribut.” Sembari kesal, Ilham merapikan bajunya.

“Masa kalian gak tau diluar lagi heboh?”

“Heboh apaan? Kenapa? Dicky selingkuh, ya?” tebak Bisma asal diikuti tawa puas Ilham. Kesal dirinya tak dianggap serius, Ayana memukul lengan kanan Bisma.

“Bukan gitu. Rangga pingsan.” Ucap Ayana langsung keintinya.

“Gak lucu.”

“Tau, kalo mau ngerjain kita tuh yang kreatif gitu.” Sekali lagi Ayana memukul lengan Bisma, kali ini bersamaan dengan Ilham, ia kesal dirinya tak pernah dianggap serius oleh mereka berdua juga Rangga.

Kali ini ia menarik tangan Bisma dan Ilham. ”Gue serius. Buruan ikut gue! Rangga sekarang di UKS.”

Sepertinya tak main-main, Bisma dan Ilham mulai khawatir dan melepas pegangan tangan Ayana. “Awas loe kalo bo’ong.” Ancam Ilham sebelum ia pergi disusul Bisma.

Benar saja, sesampainya di UKS, mereka berdua melihat Rangga tergulai lemas sambil memejamkan mata ditemani petugas UKS yang memeriksanya.

Setelah memeriksa keadaan Rangga untuk beberapa saat, petugas UKS meminta agar Rangga segera dibawa ke rumah sakit. Hanya menunggu beberapa saat setelah menelpon rumah sakit terdekat, ambulance pun datang untuk membawa Rangga. Bisma dan Ilham hanya bisa melihat Rangga dibawa ambulance tanpa bisa menemaninya.

Kejadian saat istirahat sejam yang lalu membuat Veranda cemas, takut terjadi sesuatu yang parah pada Rangga. Kecemasan itu terbawa ke kelas, ia terus mengutuk dirinya sampai-sampai membuat Bu Hana geram dan mengancam akan mengeluarkan Veranda dari kelas jika ia terus-terusan berisik.


**

“Duuh, gimana dong nih? Gimana kalo dia mati? Trus keluarganya nuntut gue dan gue bakal masuk penjara.. Gimana dong, gimana? Ini gara-gara gue, tapi gue gak mau masuk penjara.” Dumel Veranda yang menggandeng satu lengan Kinal dan Melody sembari berjalan pulang.

“Dari tadi loe berisik deh, itu-itu mulu yang diomongin.” Timpal Kinal.

“Abisnya gue takut, Nal. Gimana kalo dia meninggal trus gue di penjara?”

“Loe tenang dulu deh sekarang... Gak apa-apa, paling Cuma 2 taun.” Ekspresi Veranda berubah jadi semakin cemas sementara Kinal hanya cekikikan, berhasil menggoda temannya itu.

“Aahh, gimana nih, Mel?” Veranda menggoyang-goyangkan lengan kanan Melody.

“Bener tuh kata Kinal..”

“Ha? Beneran gue bakal dipenjara 2 tahun?” sambar Veranda.

“Bukan, makanya kalo gue ngomong jangan di potong dulu. Maksud gue, bener loe itu harus tenang dulu. Tadi kan dia Cuma pingsan.” Ucap Melody.

“Ya siapa tau pas di kantin tadi emang pingsan, tapi pas sampe rumah sakit dia meninggal.”

“Lagian kenapa sih dia pingsan segala? Apa dia alergi daging? Atau gara-gara kebanyakan sambel?” sambung Veranda.

“Atau.. dia gak suka sawi jadinya kaya gitu?” Seketika Melody dan Kinal menoleh.

“Apa hubungannya dia gak suka sama sawi trus pingsan?” tanya Kinal.

“Ya gak tau.” Jawab Veranda polos seraya menaikkan bahunya, Kinal hanya menghela nafas sambil menepuk keningnya.

“Tapi, bisa jadi loh, gara-gara sambel trus usus buntu.” Ucap Melody menyimpulkan.

“Berarti parah dong?” tanya Veranda.

“Ya enggak parah-parah banget, di operasi aja pasti sembuh kok.”

“Gimana kalo oprasinya gagal, terus dia meninggal?”

“Kebanyakan gimananya loe ah. Loe pikir dokternya baru belajar operasi 2 hari apa?” sambar Kinal.

“Ya bisa aja kan.” Kinal hanya berdecak lalu mencubit gemas pipi Veranda. Lama-lama kesal juga dengan Veranda yang sedari tadi menyimpulkan hal-hal yang buruk.

“Awws, sakit..”

“Lagian loe lagi kenapa pake bikin acara nantangin makan bakso? Loe gak suka makan pedes juga.”

“Gue juga gak tau, gue keceplosan. Lagian dianya juga ngeselin sih.”

Melody berusaha menghibur Veranda. “Gara-gara Ve ngeliat pipinya Rangga mirip bakso kali, Nal.” Kinal hanya menyambut ucapan Melody dengan tawa tanda setuju, tapi tidak halnya Veranda, ia sama sekali tidak bereaksi ataupun terhibur.

“Aaa, gimana nih? Gue takut.” Lanjut Veranda.

“Hus, jangan ngomong gitu mulu. Masih mending kalo ngomongin yang indah-indah. Kalo loe nething terus, ntar kejadian beneran gimana? Hayoo..”  ucap Kinal lalu Melody segera mencegahnya agar tidak bicara lagi saat Veranda hendak akan mengatakan sesuatu.

“Yaudah deh, ntar sore kita jenguk dia ke rumah sakit, kita liat keadaannya biar loe tenang.” Ucap Melody menyarankan, seketika wajah Veranda lebih terlihat lega dan mulai bisa tersenyum.

“ Yeay asiik..” sambil memeluk Melody dari samping, ia meloncat-loncat kegirangan.

**

Setelah dikabari Rangga selesai operasi, petang itu juga Bisma dan Ilham datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Rangga. Mereka lega karena melihat sahabatnya itu sudah baik-baik saja. Setelah 2 jam dari operasi dan istirahat, ia mulai bisa tersenyum melihat 2 kawanannya itu datang.

“Jaga Rangga sebentar ya, Bis. Tante keluar dulu.” Ucap Mama Rangga begitu Bisma dan Ilham masuk ruang rawat Rangga.

“Iya tenanga aja, tante.” Balas Bisma.

“Gak usah senyum-senyum. Loe kenapa sampe pingsan?” selepas Mama Rangga menghilang di balik pintu, Bisma merubah ekspresi seriusnya siap memarahi Rangga.

“Gue sakit.” Jawaban polos terlontar begitu saja dari bibir kering Rangga.

“Ham, bilang ke dia, mukanya jangan gitu. Nakutin tau.” Ucap Rangga beralih pada Ilham.

“Bis, bis. Loe nanyanya biasa aja dong. Muka loe kayak yang mau makan dia tau. Santai, ya.” Bujuk Ilham, Bisma pun mengalah lalu menarik napas.

“Gue denger dari anak-anak, loe pingsan gara-gara makan banyak sambel. Padahal setengah sendok sambel perut loe udah melilit aja.”

“Tau tuh.” Sambar Ilham menandakan setuju.

“Heh, dikit banget setengah sendok. Satu sendok kali.” Protes Rangga.

“Kenapa loe gak ajak kita?”

“Iya, kenapa?” tanya Ilham ikut-ikutan.

“Itu..” perkataan Rangga menggantung, ia bingung harus memberi alasan apa.

“Trus, gue juga denger kalo loe makan bareng cewe kelas IPA-3. Kenapa?” lanjut Bisma dengan pertanyaannya.

“Iya, kenapa? Eh...” Ilham baru sadar dengan pernyataan Bisma yang ini.

“Makannya bareng cewe kelas sebelah, Bis? Kok gue baru tau.” Ucap Ilham pada Bisma.

Ia beralih menatap Rangga. “Emang siapa, Ga? Loe makan bareng siapa?”

“Gue bukan sengaja makan bareng dia. Namanya... Melody.” Jawab Rangga setelah mengingat nama itu saat kejadian ia menabrak Veranda. Seketika Bisma terbelalak.

“Loe tau Kinal gak? Dia pernah sekelas sama gue pas kelas 2. Nah yang nantangin makan bakso tuh temennya.” Sama seperti Bisma, Ilham tiba-tiba terbelalak.

“Loe bilang siapa?”

“Ha? Nantangin?” diwaktu bersamaan, Ilham dan Bisma menanyakan pertanyaan yang berbeda.

“Apaan? Loe ditantangin cewe-cewe rese itu?” entah kenapa tiba-tiba suara Ilham jadi sedikit meninggi.

“I-iya. Sekarang kenapa loe yang emosi sih? Gue lagi sakit nih, jangan dimarah-marahin mulu.” Ucap Rangga sambil menunjukkan selang infus yang menempel dipunggung tangannya.

Dicecar-cecar pertanyaan bak buronan oleh kedua sahabatnya itu, Rangga pun menceritakan kejadian kemarin .

Suasana malam yang berangin ini menyambut kedatangan Veranda, Kinal dan Melody di rumah sakit setelah mereka turun dari taxi.

“Nal.. Ayo masuk.” Melody menyikut  lengan Kinal yang hanya diam berdiri memandangi pintu rumah sakit.

“Kita pulang aja yuk.”

“Kok pulang sih? Udah nyampe sini juga. Kan kasian Ve.”  Bujuk Melody.

“Hei, malah ngobrol. Sini.” Dengan sedikit berteriak, Veranda sudah ada didepan meja informasi dengan menjinjing sekantong buah-buahan. Mau tak mau Kinal harus ikut masuk bersama Melody.

“Liat tuh, Ve. Ada cowo rese. Berarti itu kamarnya.” Dari kejauhan mata Melody menangkap Ilham dan Bisma yang tengah duduk di kursi tunggu didepan sebuah kamar rawat. Tanpa keraguan, Veranda berjalan melangkah menuju kamar itu.

Diwaktu yang sama, Ilham menyadari kedatangan 3 cewe itu. Dia langsung tau saat melihat Kinal diantara mereka. Seketika ia beranjak dari duduknya.

“Kalian ngapain disini?” ketus Ilham.

Tak ada yang menjawab untuk sesaat. “Kita mau jenguk orang yang dirawat disini.” Jawab Melody.

Ilham menoleh ke pintu ruang rawat Rangga sekilas. “Buat apa? Loe kan udah bikin temen gue sakit.” Dia menunjukkan jari kedepan wajah Melody. Tak terima, Kinal menepis tangan Ilham dari hadapan Melody.

“Bisa gak loe ngomongnya biasa aja? kita mau jenguk doang, gak mau ngapa-ngapain.”

“Gak bisa. Loe semua gak boleh masuk.” Tandas Ilham

“Emang loe siapa ngelarang-larang?” tanya Kinal.

“Gue temennya, makanya gue gak mau loe semua masuk. Yang ada Rangga malah makin sakit.” Tak bisa berbuat apa-apa, Kinal hanya mengeratkan kepalan tangannya menahan kemarahan.

“Oh, itu..” Ilham menunjuk sekantong buah yang dibawa Veranda.

“Kalian makan aja sendiri. Kita kan gak tau loe naro apaan situ.” Lanjutnya.

“Racun maksud loe?” Ilham hanya menaikkan kedua bahunya.

“Loe pikir ni buah buat temen loe? Orang ini gue beli emang buat gue makan pas pulang dari sini.” Balas Veranda seraya memberi juluran lidah menyembunyikan kekesalannya.

“Udah deh, ini rumah sakit. Mending kalian pergi aja.” usul Bisma. Dengan tatapan sinisnya yang tak lepas dari Ilham, Kinal merangkul lengan Melody dan Veranda bersiap untuk pergi.

**

Kinal menghempaskan tasnya di meja cafe, dibenaknya hanya ada kekesalan pada Ilham meski ia sudah mengoceh tentang itu sepenjang jalan menuju cafe.

“Daripada muka loe kusut gitu, mending gue pesenin loe yang pedes-pedes sama dingin, ya?” tawar melody, Kinal hanya mengangguk.

“Percuma gue beli buah...” keluhan Veranda itu terpotong oleh kata-kata Kinal.

“Kalo loe mau ngomongin kejadian tadi, mending loe omongin aja dalem hati.”sambar Kinal, Veranda hanya bisa diam mengerucutkan bibirnya.

“Eh, dari Bibi. Gue angkat dulu, ya.” Ucap Kinal setelah medengar ponselnya berdering.

“Wuu.. padahal kan dia yang dari tadi ngoceh.” Keluh Veranda dengan nada berbisik pada Melody yang tengah asyik dengan ponselnya.

“Yaudah sii, Ve. Loe kaya gak kenal dia aja.”

“Hmm.. Loe tau kan gue ngerasa bersalah sama dia. Tapi eh, malah gak dibolehin masuk.” Keluhnya lagi.

“Gak usah khawatir. Dia udah baikan kok.” Balas Melody.

“Loe tau darimana kalo dia udah baikan?” tanya Veranda heran.

Pertanyaan Veranda itu membuat ia tersadar dengan ucapannya sendiri. “Ah, itu..” Melody hendak berpikir untuk mencari alasan masuk akal sambil sesekali melirik Veranda yang menatapnya seperti menanti jawaban Melody.

“Dari twitter.”

“Kalian saling follow?”

“He? Ya enggak. Gue tau dari twit ke twit. Loe ngerti kan maksud gue.” Ucap Melody diiringi senyum garingnya. Ia bernapas lega saat Veranda tak bertanya lebih lanjut lagi.

**

 “Pokoknya loe santai aja, ya. Semangat!” ucap Melody sambil menunjukkan kepalan tangannya.

“Kalo loe gak mau juga gapapa, Ve. Lagian bukan sepenuhnya salah loe, mereka sendiri yang gak bolehin kita masuk.” Tandas Kinal

“Eh, bukan Cuma yang di rumah sakit, tapi soal Ve yang nantangin dia makan bakso juga.” Bela Melody.

“Yaudah sii, seiring waktu orang-orang bakal lupa masalah ini, dia juga bakal lupa.” Sekilas Kinal melempar pandangan kearah Rangga yang tengah duduk agak jauh disebrang mereka bertiga.

“Gak mungkin dia lupain lah, dia kan korban.” Veranda yang berdiri diantara Melody dan Kinal hanya bisa mengamati bibir siapa yang bicara. Bagai dua evil didalam tubuhnya yang saat ini sedang berdebat, Kinal dan Melody tak mau mengalah.

“Loh? Ve juga kali, dia juga kan perutnya melilit. Iya kan, Ve?” tanya Kinal minta persetujuan pada Veranda.

“Iya, emang. Tapi cowo itu lebih parah kan?” ucap Melody tak mau kalah.

Ia mulai merangkul pundak Veranda. “Ve, Kinal emang ada benernya juga, ini bukan sepenuhnya salah loe. Tapi gak ada salahnya dong kalo kita minta maaf duluan? Kita buktiin ke cowo-cowo itu kalo kita punya hati yang lebih besar. Kita ini lebih baik daripada mereka. Hm!” Dengan nada semangat empat lima, Melody mengacungkan kepalan tangannya lagi.

“Ngomong apa sih loe, Mel?” tanya Kinal meremehkan, Melody hanya menyipitkan matanya kesal namun tak berniat meladeni perkataan sahabatnya itu.

“Buruan, Ve. Buruan!” Melody mencengkram bahu Veranda dan mendorongnya.

“Tapi gue harus ngomong apaan?”

“Nah, loe ngomong~..” kalimat Kinal dipotong oleh Melody soalnya tau kalo Kinal pasti bakal mendoktrin Veranda yang enggak-enggak.

“Loe ngomong aja apa yang mau loe omongin.” Jawab Melody masih mendorong bahu Veranda.

Sesampainya di pinggir lapangan, Veranda terlihat ragu-ragu kala melihat Rangga yang duduk beberapa meter darinya. Pandangannya beralih ke Melody dan Kinal yang berdiri disebrang lapang, malahan Melody kelihatan menyemangatinya sambil melambai-lambaikan tangan Kinal yang dikepal.

Veranda pun memaksakan senyumnya lalu menarik napas sebelum ia bejalan mendekati Rangga.

“Loe udah sehat? Udah gak apa-apa kan?” tanya Veranda seraya memaksakan senyumnya. Dua hari sejak Rangga dirawat dan tidak masuk sekolah, inilah waktu yang tepat untuk meminta maaf.

Rangga melirik Veranda sekilas. “Keliatannya?” Rangga balik bertanya dengan nada dingin. Senyuman yang berusaha Veranda tunjukkan di wajahnya seketika jadi muram, ia tau bicara dengan orang menyebalkan pasti akan begini. Ia menarik nafas menyabarkan dirinya.

“Ya keliatan sehat. Tapi maksud gue, loe masih ngerasa sakit ato gimana.”

“Masih.” Jawab Rangga cepat. Sabar, Ve.. Batin Veranda.

“Trus, kenapa gak tiduran dirumah sakit aja? Kenapa dateng ke sekolah?”

“Loe kira dirawat di rumah sakit gratis apa? Operasi lah, rawat inap lah. Loe pikir itu gak bayar?” Veranda hanya diam dengan bibir mengatup, ia merasa bersalah juga.

“Berapa?”

“Apaan?” Rangga balik bertanya.

“Biaya rumah sakit loe lah. Berapa?”

“Ngapain nanya-nanya?”

“Gue bayarin semuanya. Sekalian permintaan maaf gue.”

“Apaan loe? Gak usah.”

“Gue gak mau punya hutang sama loe.” Melihat Veranda yang berbicara sambil menunduk itu, tanpa sadar Rangga senyum-senyum. Otak jailnya mulai kembali bereaksi.

 “Yaudah kalo loe maksa. Totalnya 6juta.”

“E-enam juta?” lirih Veranda mendengar nominal yang Rangga sebutkan. Sementara itu, Rangga berusaha menyembunyikan senyum evilnya melihat ekspresi Veranda yang saat ini begitu menyedihkan.

“Oke, 6jt..” Sedikit rasa kagum pada Veranda yang sepertinya percaya omongannya begitu saja dan benar-benar akan membayarnya.

“Tapi loe juga janji gak bakalan nuntut gue.” Lanjutnya.

“Nuntut?”

“Sebenernya gue takut kalo loe bakal laporin gue ke polisi.” Seketika Rangga menatap Veranda. Ia mengendus kesal.

“Gue kira loe kayak gini gara-gara loe emang perhatian sama tulus minta maaf, ternyata... biar gue gak nuntut loe kan?” Veranda bisa melihat raut kemarahan di wajah Rangga, ia merasa bersalah juga.

“B-bukan gitu.. Emm..”

“Eh.. Mel, Mel.. Liat deh, dia kayak marah-marahin Ve. Iya gak sih?” tanya Kinal pada Melody yang sedari tadi memperhatikan Veranda disebrang lapang.

“Gue rasa emang gitu.”

“Tenang aja, gue gak bakal nuntut loe ke polisi kok.” Meskipun Rangga memalingkan wajahnya, Veranda masih melihat raut kemarahan.

“Heh! Temen gue kan udah tulus minta maaf sama loe, loe malah gak ngehargain?” tiba-tiba Kinal datang menarik kerah baju Rangga, ia hanya tersentak begitu juga Veranda.

“Apa-apaan nih?” tanya Rangga, ia melepaskan tangan Kinal dari kerah bajunya sementara  Veranda berusaha menenangkan Kinal.

“Temen gue kan tulus minta maaf sama loe. Emangnya usus loe putus bisa marah-marahin dia segala?” lanjutnya

Rangga mengendus kesal. “Loe ngarepin usus gue putus? Lagian yang marah-marahin dia siapa? Lagian kalo gue marahin dia terus kenapa? Loe mau jadi sok pahlawan gitu?” ucap Rangga tak kalah marah.

Tanpa membalas ucapannya, Kinal hanya menginjak kaki Rangga. Tentu saja sakit, Rangga meringis kesakitan, Veranda yang melihatnya pun jadi ikut ngilu.

“Yuk, Ve. Kita pergi aja.” sambil merangkul lengan Veranda, Kinal meninggalkan Rangga yang tengah kesakitan.

“Wooyy.. Dasar cewek preman loe.” Teriaknya.







bersambung...................




Preview Part 3

“Ve, jangan putus asa gitu dong. Tiap hari gue bakal sisihin uang jajan terus gue kasih ke elo, gak banyak-banyak amat sih, tapi nanti kan makin lama makin banyak.” Merasa setuju dengan usul Kinal, Melody juga berniat melakukan hal yang sama.

“Oww, kalian so sweet banget, gue sampe pengen nangis deh.” Ucap Veranda seraya merangkul pundak kedua sahabatnya itu.



 “Heh, hape loe nyala tuh, Bis.” Ucap Ilham saat tiba-tiba ponsel Bisma bergetar tanda panggilan masuk.

“Imel?” Ilham membaca nama kontak yang tertera di layar ponsel Bisma, seketika Bisma menoleh dan menyabet ponsel di atas meja dibelakangnya, lalu pergi menjauh.



“Eh, ini apaan, Mel? Imut banget warnanya pink. Jangan-jangan dari penggemar loe ya? Loe punya penggemar rahasia ya?” ucap Kinal menebak-nebak sambil meraih amplop dimeja tanpa menjawab pertanyaan Melody. Dengan cepat, Melody merebut amplop ditangan Kinal.

“I-ini bukan apa-apaan. Gue iseng aja, bukan dari penggemar rahasia juga.” 



“Loe kenapa senyum-senyum gitu, Nal?” tanya Veranda keheranan.

“He? Gue senyum-senyum?” Kinal balik bertanya lalu berusaha seperti biasa.

“Iya.”

“Kinal kepanasan kali, mukanya aja sampe merah gitu. Yuk masuk.” Mendengar perkataan Melody, seketika memegang pipinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar