genre : romantic - family
cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Reza Anugrah, Sonya Pandarmawan.
****
Tengah malam saat jam menunjukkan pukul dua, Ve terbangun,
ia teringat akan sesuatu. Buru-buru Ve beranjak dari tidurnya untuk
membangunkan Bi Sumi.
“Ayo, bi. Pokoknya aku mau masak sekarang.” Sesampai di
kamar Bi Sumi, Ve menarik lengan Bi Sumi yang masih berbaring.
“Apa gak bisa kalau sudah pagi aja, non?” tanya Bi Sumi yang
masih mengantuk itu.
“Gak bisa. Nanti telat.”
“Tapi, non..”
“Kalau enggak, satu.. dua...” Ve mulai menghitung jarinya, seketika
Bi Sumi beranjak dari tempat tidurnya. Meski masih dalam keadaan mengantuk, Bi
Sumi hanya bisa menurut.
Jika kemarin Ve belajar masak masakan sederhana, kali ini ia
ingin membuat pastry. Sejak kemarin Ve memang minta untuk diajari memasak, tak biasanya ia
begitu.
Tengah malam, Ve dan pembantunya memasak. Ia mengaduk campuran tepung bersama coklat cair
dan gula beserta bahan-bahan lainnya dengan serius. Sekian lama menunggu pastry
dioven, ternyata setelah matang rasanya tak karuan. Ve tak menyerah, ia kembali
membuat pastrynya.
Disela menunggu kue dioven, Ve tertidur di meja makan dengan
tangan yang menompang kepalanya.
“Non, bangun. Nanti
non terlambat sekolah.” Guncangan di pundak Ve membuatnya membuka mata. Gorden
jendela dari ruang keluarga sudah terbuka dan sinar yang dipantulkan itu
menyilaukan mata.
“Ha? Kueku gimana? Apa gosong?” tanya Ve setelah ia tersadar.
“Kuenya gak gosong, non. Tadi sudah bibi angkat.”
"Huffftt.."
****
Suasana ramai memenuhi sudut kampus di hari yang terik ini. Saat
ini seorang pria bertubuh kurus berjalan kearah Rangga yang tengah duduk
melipat satu kakinya di bangku teras depan kampusnya.
“Hari ini panas, ya.” Ucap Bisma memberikan beberapa lembar
kertas tugas sambil mengibas-ngibas kerah bajunya.
“Ini masih belum di foto copy?” tanya Rangga.
“Mesin foto copy-nya sedang rusak, kita foto copy keluar
aja.” Jawab Bisma.
“Yasudah, lagipula sebagian tugas masih ada di rumahku.”
“Rumahmu? Aku ikut, ya. Adikmu yang cantik itu ada di rumah
kan?”
“Siapa maksudmu?” Rangga balik bertanya.
“Memang kamu punya adik selain Dina?”
Ditengah candaanya dengan Bisma, Rangga menyapu
pandangannya, tiba-tiba matanya menangkap sosok gadis yang tengah duduk di
bawah pohon, ia sibuk dengan laptop dipangkuannya.
Rangga menelan ludahnya, hatinya selalu tak karuan jika
melihat Michell, gadis yang pernah mengisi hati dan hari-harinya selama satu
tahun terakhir ini. Rasa penyesalan itu bercampur dengan rasa sayangnya pada
Michell. Teringat akan perlakuan Michell yang memutuskan hubungannya setelah tahu
kalau perusahaan papa Rangga bangkrut lalu jatuh miskin. Selama satu tahun
berpacaran dengan Michell tak membuatnya bisa memahami sifat aslinya.
“Yuk!” ajak Bisma pada Rangga.
“Iya, nanti aku menyusul.” Jawab Rangga.
Bisma pun menurut, ia pergi meninggalkan Rangga yang tengah
membereskan buku-bukunya. Ia berjalan santai sambil bersiul kecil menuju
gerbang. Seketika langkahnya terhenti kala melihat gadis yang berdiri sambil
celingak-celinguk seperti hendak mencari seseorang. Bisma memperhatikan baju
seragam gadis yang membawa kotak makanan itu, persis seragam yang di pakai
Dina.
“Apa liat-liat?” tanya Ve yang mulai risih dirinya
diperhatikan Bisma.
“Cantik-cantik tapi galak banget.” Ve hanya memalingkan
wajahnya.
“Harusnya aku yang tanya, kamu anak SMA, ngapain disini?”
tanya Bisma
“Suka-suka aku mau ngapain. Apa masalahnya sama kamu.” Bisma
hanya berdecak sebal, bisa-bisanya seorang gadis SMA bicara begitu padanya saat
pertama bertemu.
“Bis..” tiba-tiba Rangga menepuk pundaknya dari belakang, ia
menoleh.
“Rangga.” Ucap Ve sumringah.
“Ve, kamu ngapain disini?” Bisma menganga, ternyata Rangga
dan gadis angkuh ini sudah saling kenal, batinnya.
“Aku nunggu kamu. Aku mau kasih ini.” Ve memberikan kotak
makanan yang dibawanya.
“Buat aku?” tanya Rangga memastikan.
“Iya, tapi maaaf kalau rasanya sedikit aneh, maklum aku baru
belajar.” Rangga tersenyum lalu mengucapkan terima kasih.
“Nanti sore temani aku, ya.” Ucap Ve tiba-tiba.
“Kemana?”
“Emm, nanti kamu juga tau. Pokoknya kamu jemput aku jam 4
sore.” Jawab Ve.
“Tapi~..” belum selesai dengan kata-katanya, Ve sudah
memotongnya.
“Pokonya aku tunggu. Dadaah...” ucap Ve melambaikan
tangannya sambil melengos pergi.
“Kamu kenapa, Bis?” tanya Rangga melihat Bisma memperhatikan
kepergian Ve.
“Dia siapa kamu, Ga?”
“Cuma adik kecil.”
“Ha? Tapi kamu gak pernah cerita.” Ucap Bisma, ia menggeleng
kepala.
“Harus ya, semuanya aku ceritakan padamu?”
“Ya enggak, tapi kamu gak salah? Kalau aku lihat, dia
angkuh.” Rangga memincingkan bibirnya.
“Kesan pertama bertemu dengannya memang gak menyenangkan.”
Ucap Rangga lalu melengos pergi.
“M-maksud kamu, Ga? Kamu juga pernah ~..” Bisma berjalan mengekor Rangga.
***
Tepat pukul 4 sore, Ve sudah bersiap-siap untuk pergi. Ia
menunggu Rangga di depan gerbang rumahnya. Panasnya matahari sore tak
membuatnya ingin berteduh. Sesekali rambut panjangnya terhempas angin menerpa
wajahnya, berulang kali ia bergerutu kesal sembari menata rambutnya agar tetap
tergerai rapi. Ia pun tak tahu kenapa sampai demikian, apa karena akan bertemu
dengan Rangga? Bisa jadi.
Sekian menit menunggu, Rangga datang dengan mengendarai
motor warna hitamnya.
Rangga melepas helm dikepalanya saat berhenti dihadapan Ve.
“Sudah nunggu lama?” tanya Rangga.
“Enggak kok. Ayo!” dengan semangat, Ve menarik lengan
Rangga.
“Tunggu. Kita naik motorku?”
“Iya. Memang kamu ada kendaraan lain?” Ve balik bertanya.
“Maksudku, supir kamu bagaimana?”
“Biarin, aku bosan dibuntuti dia terus.” Rangga mengeryitkan
alisnya.
“Aku sudah bilang kok sama dia kalau aku gak mau diikuti
dia, aku akan baik-baik saja.” Ucap Ve meyakinkan.
“Tapi motorku Cuma motor matic lho. Kamu gak malu?”
“Kamu meremehkan aku. Lagipula kenapa harus malu kalau
perginya sama kakak.” Perlahan ekspresi wajah Rangga berubah, ia tersenyum.
“Baiklah, adik kecil.”
Rangga memarkirkan motornya sesampai disebuah pusat
perbelanjaan besar.
“Kita mau apa disini?” tanya Rangga.
“Kalau aku bosan, aku selalu kesini.”
“Belanja maksudmu?” tanya Rangga, Ve hanya mengangguk sambil
tersenyum.
“Kalau begitu, mending kita pergi.” Rangga menarik lengan Ve
tapi ia menahannya.
“Iya sebentar. Kita disini saja dulu. Aku Cuma mau
lihat-lihat.” Rangga tak bisa menolak, ia hanya menurut dan rela tangannya
ditarik oleh Ve kemana ia berjalan.
Secara tiba-tiba Ve manghentikan langkahnya sehingga Rangga
hampir menabraknya. Ve melepaskan genggamannya dari tangan Rangga, ia berjalan
masuk menuju toko busana wanita. Disana Ve memilih-milih baju di toko itu.
“Kamu mau beli baju?” tanya Rangga. Ve mengangguk.
“Memang kamu belum punya baju seperti ini?” tanya Rangga
lagi.
“Sudah, tapi warnanya lain. Aku belum punya warna yang ini.”
Ucap Ve tanpa melihat wajah Rangga dan masih fokus pada bajunya.
“Biar saja warnanya lain, gak perlu beli lagi kan? Itu
mubazir namanya?” Rangga merebut baju ditangan Ve lalu mencantelkan hanger baju
itu ke tempatnya. Ve menatap sinis Rangga.
“Kamu bilang, kamu mau berubah tak akan kembali pada kebiasaan
lamamu, salah satunya membeli barang yang tak terlalu penting. Tapi apa
buktinya?” ujar Rangga, perlahan ekspresi wajah Ve berubah, ia menunduk.
“Cuma satu kali ini saja.” Lirih Ve. Rangga pun melihat
bandrol harga di baju itu.
“Tapi ini mahal, sayang uangnya.” Ve menaruh keuda tangannya
didepan wajahnya hendak memohon namun Rangga hanya menggelengkan kepalanya lalu
tanpa berkata apa-apa langsung menarik tangan Ve keluar toko itu.
“Kamu jangan cemberut terus. Atau kamu mau kita pulang aja.”
Kata Rangga, seketika Ve menoleh.
“Jangan pulang dulu.”
Karena perut mereka sudah lapar, Ve dan Rangga mampir ke
foodcourt dekat sana. Disela-sela makannya, Ve tak henti mengoceh tentang pusat
perbelanjaan itu. Menceritakan kebiasaannya mengujungi tempat ini dikala bosan
atau sengaja datang bersama teman-temannya.
bersambung....
cerbung ini juga bisa dibaca di facebook Rangga Rusdiantoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar