judul : Di Ujung Pelangi
genre : romantic - family
cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.
author : Fauziya Fitri
******
"Kalian sudah saling kenal?" tanya
Rangga. Dina masih mematung di ambang pintu menatap wajah lusuh Ve. Hening.
"Daripada diam gak jelas disini, mending kita
masuk." Rangga membuka suara, memasuki rumah dan mempersilahkan Ve duduk.
Dina memandangi Ve sejenak, mengamati penampilannya
yang tak biasa, lusuh.
"beberapa hari gak masuk sekolah, kenapa kamu
bisa sama kakakku, Ve?" Ve hanya mendongak yang tadinya menatap lantai.
"Dina, kenapa nadamu begitu?" tanya
Rangga.
"Kakak tau gak yang selama ini buat aku gak
semangat ke sekolah, nangis pas pulang sekolah, membully aku di sekolah. Yaitu
dia, kak." ucapan itu Dina lontarkan begitu saja mengingat perlakuan Ve
dan teman-temannya di sekolah. Selain sering di bully, Dina ingat sekali saat
Ve menyiramnya dengan sirup dengan alasan yang tak jelas, melemparkan kesalahan
Ve sehingga Dina harus menerima hukuman dari guru, dan masih banyak lagi.
"Maafin aku, Din. Aku banyak salah sama kamu,
maafin aku." sambil dengan suara serak, Ve menatap Dina dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu gak tau, Ve. Hati aku sakit tiap hari
kamu bully." airmata Ve tak dapat dibendung lagi, orang yang selalu pasrah
dan diam saat diejek ternyata menimbulkan luka di hati dan Ve tak pernah
memikirkan itu.
"Dina, dengar kakak! Saat ini dia dalam
masalah besar." sambar Rangga.
"Apapun alasannya, aku gak perlu tau. Dia juga
gak pernah mau dengar alasanku saat dia suruh aku untuk pindah sekolah."
"Jadi kamu beneran gak mau maafin Ve?"
tanya Rangga, Dina hanya diam melihat kearah lain.
"Berarti kamu sama dong kayak Ve."
"Kakak jangan samain aku. Dia memang kaya dan
cantik, tapi aku gak mau disamain sama dia."
"Kalau gitu kamu maafin Ve, ya." Ucap
Rangga sembari memegangi kedua pipi adiknya itu.
"Ada apa ini? Kalian belum tidur?" tanya
seseorang muncul dengan sedikit menguap. Dina dan Rangga menoleh ke wanita
paruh baya itu.
"Rangga, Dina, ini siapa?" tanya Bu Dinar melihat Ve yang sedang
duduk menunduk.
"Namanya Ve, bu. Dia teman Dina." sahut Rangga. Bu Dinar pun duduk
disamping Ve, ia mengamati Ve dari kepala hingga ujung kaki, masih menggunakan
seragam sekolah dengan keadaan lusuh dan beberapa luka diwajahnya.
"Kamu kenapa, nak? Kenapa ini banyak luka?" tanya Bu Dinar sambil
mengangkat dagu Ve.
"Ceritanya panjang, bu. Tadi aku bertemu Ve dalam keadaan begini."
sambar Rangga karena Ve hanya diam dengan mata berkaca-kaca. Dengan suara
parau, Ve menceritakan insiden yang ia alami sampai pertemuannya dengan Rangga.
"Ya ampun, kasihan sekali kamu. Kamu yang sabar, ya." Bu Dinar
mengelus-ngelus punggung Ve.
"Ini sudah malam, lagian besok kan hari minggu. Kamu menginap disini
dulu, besok baru pulang."
"Terima kasih, bu. Ibu baik banget, tapi aku masih takut." ucap
Ve.
"Kamu gak usah takut, disini aman kok. Kamu tidur sama Dina, ya."
setelah menyuruh Ve membersihkan dirinya di kamar mandi, Bu Dinar juga menyuruh
Dina untuk menyiapkan pakaian untuk Ve.
"Rumah kamu hangat ya, Din. Ibu kamu juga baik." ucap Ve sambil
menarik selimut diranjang bersma Dina setelah ia ganti baju.
"Iya, tapi ini semua puny orang tua angkatku. Mungkin kalau gak ada
mereka aku gak akan seperti ini dan akan tetap jadi anak miskin." Ve hanya
menatap nanar wajah Dina disampingnya.
"Aku minta maaf ya, Din. Selama ini aku gak pernah baik sama
kamu."
"Gak apa-apa kok, Ve. lupain aja. Ini udah malem." ucap Dina, ia
tidur membalikkan posisinya membelakangi Ve, tak pernah terfikirkan olehnya
kalau ia bisa sedekat ini dengan Ve.
*
“Din, temen kamu mana?” tanya Bu Dinar sambil menyiapkan sarapan di meja
makan.
“Ve masih tidur, bu. Mungkin kelelahan.” Jawab Dina. “Kalau gitu Dina
liat Ve dulu, ya.” Lanjut Dina lalu pergi menuju kamar.
“Ma.. Mama pulang, ma.. Ve kangen mama.. Ve mau ketemu mama.. Ma? Mama?Ve
kangen mama..” suara itu terdengar semakin keras di telinga Dina. Dilihatnya Ve
masih dalam keadaan tidur.
“Dina?” tanya Ve setelah Dina membangunkannya, napasnya sedikit
tersengal-sengal.
“Tadi kamu ngigo, Ve.” Ucap Dina. Ia mengelus pelan pundak Ve untuk sekedar
menenangkannya.
“Sebaiknya kamu cuci muka, ibuku sudah siapin sarapan.” Suruh Dina, Ve
mengangguk dan beranjak dari ranjang.
“Ayo duduk, Ve.” Suruh Bu Dinar setelah melihat Ve berjalan mendekatinya di
meja makan.
“Kakak, itu nasiku.” Protes Dina saat diam-diam Rangga melahap sesendok nasi
goreng di piring Dina.
“Nasiku sedikit, jadi minta punya kamu sedikit, boleh dong? Kalo sama kakak
sendiri jangan pelit-pelit.” Ucap Rangga sambil terkekeh. Dinapun membalas
Rangga dengan mengambil sesendok nasi di piringnya, aksi saling rebut nasi pun
terjadi sambil bercanda.
“Kalian ini, jangan bercanda di meja makan.” Ucap ibu yang berdiri di
belakang kursi Rangga dan Dina sambil ikut-ikutan mengambil sesendok nasi di
piring kedua anaknya itu.
Bukannya memakan nasi di piringnya, Ve malah memperhatikan keluarga kecil yang
tengah bercanda hangat itu. Meskipun Rangga dan Dina bukan anak kandung Bu
Dinar tapi Ve bisa melihat betapa Bu Dinar sangat menyayangi mereka, begitu
harmonis.
Bulir bening jatuh begitu saja dari pelupuk mata Ve yang sembab karena
menangi semalam. Ia jadi teringat akan mamanya, sebelum orang tuanya bercerai,
keluarga Ve juga harmonis. Ia memperhatikan keluarga kecil yang tengah duduk
dihadapannya, mengibaratkan Rangga adalah Rafael, Dina adalah dirinya dan Bu
Dinar adalah mamanya. Mungkin jika Rafael masih hidup, saat ini ia seummuran
Rangga dan pasti akan selalu menjaga Ve sehingga ia takkan kesepian.
“Ve, kamu kenapa? Nasinya kok gak dimakan?” tanya Bu Dinar menghentikan
candaannya kala melihat pipi Ve basah oleh airmata.
“Eng- enggak apa-apa kok, bu.” Ve segera menghapus airmatanya lalu meraih
sendok dihadapannya.
“Enak gak? Atau kurang sesuatu?” tanya ibu, Ve menggeleng.
“Enak kok, bu.” Jawab Ve tersenyum.
*
“Eh, Ve. Ngapain kamu disini?” tanya ibu yang tengah mencuci piring di
wastafle ketika Ve menghampiri Bu Dinar.
“Aku mau bantu ibu cuci piring.” Entah ada angin apa tiba-tiba Ve ingin
mencuci piring.
“Gak usah, ibu bisa sendiri. Kamu gak usah bantu ibu, nanti tangan kamu jadi
kasar.” Ucap ibu menahan tangan Ve yang hendak meraih piring kotor.
“Ibu kayaknya sayang banget ya sama Rangga dan Dina?” tanya Ve tiba-tiba.
Ibu tersenyum.
“Orang tua mana sih yang gak sayang sama anaknya. Meskipun mereka bukan anak
kandung ibu, tapi ibu sangat menyayangi mereka.” Ve menatap wajah wanita
separuh baya yang sedang mencuci piring itu.
“ibu baik sekali.”
“Bu, aku boleh minta sesuatu?” tanya Ve, ibu pun menoleh dan meghentikan
aktifitasnya.
“Boleh saja. Apa itu?”
“Aku mau merasakan lagi hangatnya pelukan seorang ibu.. Dan aku ingin ibu
peluk aku. Boleh, kan?”
“Tentu saja boleh. Sini, nak.” Ibu tersenyum sambil merentangkan tangannya
menyambut pelukan Ve. Ve mengeratkan pelukannya, menyamankan posisinya
dipelukan Bu Dinar.
“Kamu kenapa minta ibu peluk? Memang ibu kamu kemana?” tanya Bu Dinar masih
memeluk Ve, Ve tak menjawab. Ia hanya menangis. Bu Dinar tak mau bertanya lebih
dalam lagi, ia membiarkan Ve sesegukan didekapannya.
Rangga dan Dina yang sedari tadi melihat ibunya dan Ve hanya saling pandang
sejenak, terenyuh. Apalagi Dina, ia tak menyangka. Ve yang selama ini ia kenal
sebagai gadis angkuh dan tukang bully ternyata bisa menangis sedih seperti
penuh pilu.
Hari semakin siang, posisi matahari semakin naik ke atas. Sebenarnya Ve tak
ingin mengakhiri kehangatan keluarga Dina, tapi ia harus pulang, Bu Dina
menyuruh Rangga mengantarkan Ve pulang ke rumahnya.
Tak ada yang membuka suara saat diperjalanan antara Ve dan Rangga. Sesekali
Ve melirik kaca sepion yang memperlihatkan wajah Rangga yang sedang fokus
membocengnya. Tak butuh watku lama untuk sampai di sebuah rumah besar milik Ve.
Rangga langsung melesatkan motor maticnya setelah Ve turun dari motor dan
berpamitan kecil padanya.
Ve berlari menuju teras rumahnya dengan semangat, ia langsung mendapat
sambutan hangat dari salahsatu pembantunya setelah ia menekan tombol bel depan
pintu.
“Non Ve? Non baik-baik aja, kan? Kita semua khawatir pas tau non gak
pulang. Semalam polisi sudah tangkap penjahatnya. Oh iya, semalam non tidur
dimana?” tanya Bi Sarni beruntun.
“Aku gak apa-apa, bi.” Jawab Ve singkat.
“Eh, non. Ibu sudah pulang, sekarang ada di ruang tengah.” Ucap Bi Sarni
yang membuat Ve tersenyum sumringah, iapun lantas cepat-cepat berlari kecil
menuju ruang tengah sambil memanggil mamanya.
“Mama, aku kangen banget sama mama.” Ve langsung duduk di sofa dan memeluk
mamanya dari samping.
“Kamu gak kenapa-kenapa, kan?” tanya mama sambil mengelus pipi anaknya itu,
Ve menggeleng cepat.
“Katanya setelah kejadian, Pak Acep gak jemput kamu, ya?” Ve
mengangguk.
“Mama akan pecat dia, disuruh jaga kamu malah gak becus.” Ucap mama.
“Jangan dipecat, ma. Pak Acep sedang pulang kampung saat itu. Ve Cuma
percaya sama dia untuk setirin mobil.”
“Baiklah, tapi sekarang kalau keluar kemana-mana kamu harus diawasi Pak
Acep, harus dia yang mengantar.” Titah mama. Ve hanya mengangguk lalu memeluk
mamanya lagi.
Bagai suka setelah nestapa, luka rindu akhirnya terobati dengan datangnya
waktu. Setelah beberapa minggu tak bertemu dengan mamanya dan sempat mengalami
pengalaman pahit disekap, kini Ve bermanja-manja. Seperti tak mau kehilangan
mamanya, tidurpun ingin ditemani mama layaknya anak kecil.
bersambung.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar