Senin, 11 Agustus 2014

(Cerbung SMASH & JKT48) - Di Ujung Pelangi - Part5

judul : Di Ujung Pelangi

genre : romantic - family

cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.

author : Fauziya Fitri

******



"Kalian sudah saling kenal?" tanya Rangga. Dina masih mematung di ambang pintu menatap wajah lusuh Ve. Hening.




 
"Daripada diam gak jelas disini, mending kita masuk." Rangga membuka suara, memasuki rumah dan mempersilahkan Ve duduk.

 
Dina memandangi Ve sejenak, mengamati penampilannya yang tak biasa, lusuh.

 
"beberapa hari gak masuk sekolah, kenapa kamu bisa sama kakakku, Ve?" Ve hanya mendongak yang tadinya menatap lantai.

 
"Dina, kenapa nadamu begitu?" tanya Rangga.

 
"Kakak tau gak yang selama ini buat aku gak semangat ke sekolah, nangis pas pulang sekolah, membully aku di sekolah. Yaitu dia, kak." ucapan itu Dina lontarkan begitu saja mengingat perlakuan Ve dan teman-temannya di sekolah. Selain sering di bully, Dina ingat sekali saat Ve menyiramnya dengan sirup dengan alasan yang tak jelas, melemparkan kesalahan Ve sehingga Dina harus menerima hukuman dari guru, dan masih banyak lagi. 

 
"Maafin aku, Din. Aku banyak salah sama kamu, maafin aku." sambil dengan suara serak, Ve menatap Dina dengan mata berkaca-kaca. 


"Kamu gak tau, Ve. Hati aku sakit tiap hari kamu bully." airmata Ve tak dapat dibendung lagi, orang yang selalu pasrah dan diam saat diejek ternyata menimbulkan luka di hati dan Ve tak pernah memikirkan itu.

 
"Dina, dengar kakak! Saat ini dia dalam masalah besar." sambar Rangga.

 
"Apapun alasannya, aku gak perlu tau. Dia juga gak pernah mau dengar alasanku saat dia suruh aku untuk pindah sekolah."


 
"Jadi kamu beneran gak mau maafin Ve?" tanya Rangga, Dina hanya diam melihat kearah lain.

 
"Berarti kamu sama dong kayak Ve."

 
"Kakak jangan samain aku. Dia memang kaya dan cantik, tapi aku gak mau disamain sama dia."


 
"Kalau gitu kamu maafin Ve, ya." Ucap Rangga sembari memegangi kedua pipi adiknya itu.





 
"Ada apa ini? Kalian belum tidur?" tanya seseorang muncul dengan sedikit menguap. Dina dan Rangga menoleh ke wanita paruh baya itu.



"Rangga, Dina, ini siapa?" tanya Bu Dinar melihat Ve yang sedang duduk menunduk.



"Namanya Ve, bu. Dia teman Dina." sahut Rangga. Bu Dinar pun duduk disamping Ve, ia mengamati Ve dari kepala hingga ujung kaki, masih menggunakan seragam sekolah dengan keadaan lusuh dan beberapa luka diwajahnya.



"Kamu kenapa, nak? Kenapa ini banyak luka?" tanya Bu Dinar sambil mengangkat dagu Ve.



"Ceritanya panjang, bu. Tadi aku bertemu Ve dalam keadaan begini." sambar Rangga karena Ve hanya diam dengan mata berkaca-kaca. Dengan suara parau, Ve menceritakan insiden yang ia alami sampai pertemuannya dengan Rangga.



"Ya ampun, kasihan sekali kamu. Kamu yang sabar, ya." Bu Dinar mengelus-ngelus punggung Ve.



"Ini sudah malam, lagian besok kan hari minggu. Kamu menginap disini dulu, besok baru pulang."



"Terima kasih, bu. Ibu baik banget, tapi aku masih takut." ucap Ve.






"Kamu gak usah takut, disini aman kok. Kamu tidur sama Dina, ya." setelah menyuruh Ve membersihkan dirinya di kamar mandi, Bu Dinar juga menyuruh Dina untuk menyiapkan pakaian untuk Ve.



"Rumah kamu hangat ya, Din. Ibu kamu juga baik." ucap Ve sambil menarik selimut diranjang bersma Dina setelah ia ganti baju.



"Iya, tapi ini semua puny orang tua angkatku. Mungkin kalau gak ada mereka aku gak akan seperti ini dan akan tetap jadi anak miskin." Ve hanya menatap nanar wajah Dina disampingnya.



"Aku minta maaf ya, Din. Selama ini aku gak pernah baik sama kamu."



"Gak apa-apa kok, Ve. lupain aja. Ini udah malem." ucap Dina, ia tidur membalikkan posisinya membelakangi Ve, tak pernah terfikirkan olehnya kalau ia bisa sedekat ini dengan Ve.



*




“Din, temen kamu mana?” tanya Bu Dinar sambil menyiapkan sarapan di meja makan.



“Ve masih tidur, bu. Mungkin kelelahan.”  Jawab Dina. “Kalau gitu Dina liat Ve dulu, ya.” Lanjut Dina lalu pergi menuju kamar.



“Ma.. Mama pulang, ma.. Ve kangen mama.. Ve mau ketemu mama.. Ma? Mama?Ve kangen mama..” suara itu terdengar semakin keras di telinga Dina. Dilihatnya Ve masih dalam keadaan tidur.



“Dina?” tanya Ve setelah Dina membangunkannya, napasnya sedikit tersengal-sengal.



“Tadi kamu ngigo, Ve.” Ucap Dina. Ia mengelus pelan pundak Ve untuk sekedar menenangkannya.



“Sebaiknya kamu cuci muka, ibuku sudah siapin sarapan.” Suruh Dina, Ve mengangguk dan beranjak dari ranjang.



“Ayo duduk, Ve.” Suruh Bu Dinar setelah melihat Ve berjalan mendekatinya di meja makan.



“Kakak, itu nasiku.” Protes Dina saat diam-diam Rangga melahap sesendok nasi goreng di piring Dina.



“Nasiku sedikit, jadi minta punya kamu sedikit, boleh dong? Kalo sama kakak sendiri jangan pelit-pelit.” Ucap Rangga sambil terkekeh. Dinapun membalas Rangga dengan mengambil sesendok nasi di piringnya, aksi saling rebut nasi pun terjadi sambil bercanda.



“Kalian ini, jangan bercanda di meja makan.” Ucap ibu yang berdiri di belakang kursi Rangga dan Dina sambil ikut-ikutan mengambil sesendok nasi di piring kedua anaknya itu.



Bukannya memakan nasi di piringnya, Ve malah memperhatikan keluarga kecil yang tengah bercanda hangat itu. Meskipun Rangga dan Dina bukan anak kandung Bu Dinar tapi Ve bisa melihat betapa Bu Dinar sangat menyayangi mereka, begitu harmonis.



Bulir bening jatuh begitu saja dari pelupuk mata Ve yang sembab karena menangi semalam. Ia jadi teringat akan mamanya, sebelum orang tuanya bercerai, keluarga Ve juga harmonis. Ia memperhatikan keluarga kecil yang tengah duduk dihadapannya, mengibaratkan Rangga adalah Rafael, Dina adalah dirinya dan Bu Dinar adalah mamanya. Mungkin jika Rafael masih hidup, saat ini ia seummuran Rangga dan pasti akan selalu menjaga Ve sehingga ia takkan kesepian.



“Ve, kamu kenapa? Nasinya kok gak dimakan?” tanya Bu Dinar menghentikan candaannya kala melihat pipi Ve basah oleh airmata.



“Eng- enggak apa-apa kok, bu.” Ve segera menghapus airmatanya lalu meraih sendok dihadapannya.



“Enak gak? Atau kurang sesuatu?” tanya ibu, Ve menggeleng.



“Enak kok, bu.” Jawab Ve tersenyum.



*



“Eh, Ve. Ngapain kamu disini?” tanya ibu yang tengah mencuci piring di wastafle ketika Ve menghampiri Bu Dinar.



“Aku mau bantu ibu cuci piring.” Entah ada angin apa tiba-tiba Ve ingin mencuci piring.



“Gak usah, ibu bisa sendiri. Kamu gak usah bantu ibu, nanti tangan kamu jadi kasar.” Ucap ibu menahan tangan Ve yang hendak meraih piring kotor.



“Ibu kayaknya sayang banget ya sama Rangga dan Dina?” tanya Ve tiba-tiba. Ibu tersenyum.



“Orang tua mana sih yang gak sayang sama anaknya. Meskipun mereka bukan anak kandung ibu, tapi ibu sangat menyayangi mereka.” Ve menatap wajah wanita separuh baya  yang sedang mencuci piring itu.



“ibu baik sekali.”



“Bu, aku boleh minta sesuatu?” tanya Ve, ibu pun menoleh dan meghentikan aktifitasnya.



“Boleh saja. Apa itu?” 



“Aku mau merasakan lagi hangatnya pelukan seorang ibu.. Dan aku ingin ibu peluk aku. Boleh, kan?”



“Tentu saja boleh. Sini, nak.” Ibu tersenyum sambil merentangkan tangannya menyambut pelukan Ve. Ve mengeratkan pelukannya, menyamankan posisinya dipelukan Bu Dinar.



“Kamu kenapa minta ibu peluk? Memang ibu kamu kemana?” tanya Bu Dinar masih memeluk Ve, Ve tak menjawab. Ia hanya menangis. Bu Dinar tak mau bertanya lebih dalam lagi, ia membiarkan Ve sesegukan didekapannya.



Rangga dan Dina yang sedari tadi melihat ibunya dan Ve hanya saling pandang sejenak, terenyuh. Apalagi Dina, ia tak menyangka. Ve yang selama ini ia kenal sebagai gadis angkuh dan tukang bully  ternyata bisa menangis sedih seperti penuh pilu.




Hari semakin siang, posisi matahari semakin naik ke atas. Sebenarnya Ve tak ingin mengakhiri kehangatan keluarga Dina, tapi ia harus pulang, Bu Dina menyuruh Rangga mengantarkan Ve pulang ke rumahnya.



Tak ada yang membuka suara saat diperjalanan antara Ve dan Rangga. Sesekali Ve melirik kaca sepion yang memperlihatkan wajah Rangga yang sedang fokus membocengnya. Tak butuh watku lama untuk sampai di sebuah rumah besar milik Ve. Rangga langsung melesatkan motor maticnya setelah Ve turun dari motor dan berpamitan kecil padanya.



Ve berlari menuju teras rumahnya dengan semangat, ia langsung mendapat sambutan hangat dari salahsatu pembantunya setelah ia menekan tombol bel depan pintu.



“Non Ve? Non baik-baik aja, kan? Kita semua khawatir  pas tau non gak pulang. Semalam polisi sudah tangkap penjahatnya. Oh iya, semalam non tidur dimana?” tanya Bi Sarni beruntun. 



“Aku gak apa-apa, bi.” Jawab Ve singkat.



“Eh, non. Ibu sudah pulang, sekarang ada di ruang tengah.” Ucap Bi Sarni yang membuat Ve tersenyum sumringah, iapun lantas cepat-cepat berlari kecil menuju ruang tengah sambil memanggil mamanya.






“Mama, aku kangen banget sama mama.” Ve langsung duduk di sofa dan memeluk mamanya dari samping.



“Kamu gak kenapa-kenapa, kan?” tanya mama sambil mengelus pipi anaknya itu, Ve menggeleng cepat.



“Katanya setelah kejadian, Pak Acep gak jemput kamu, ya?” Ve mengangguk. 






“Mama akan pecat dia, disuruh jaga kamu malah gak becus.” Ucap mama.





 “Jangan dipecat, ma. Pak Acep sedang pulang kampung saat itu. Ve Cuma percaya sama dia untuk setirin mobil.”




“Baiklah, tapi sekarang kalau keluar kemana-mana kamu harus diawasi Pak Acep, harus dia yang mengantar.” Titah mama. Ve hanya mengangguk lalu memeluk mamanya lagi.



Bagai suka setelah nestapa, luka rindu akhirnya terobati dengan datangnya waktu. Setelah beberapa minggu tak bertemu dengan mamanya dan sempat mengalami pengalaman pahit disekap, kini Ve bermanja-manja. Seperti tak mau kehilangan mamanya, tidurpun ingin ditemani mama layaknya anak kecil.




bersambung.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar