genre : romantic - family
cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.
*****
Sudah dua pekan mama Ve belum juga pulang untuk memenuhi
janjinya pulang setiap minggunya, saat di hubungi mamanya selalu beralasan
pekerjaannya masih banyak dan belum ada yang rampung.
“Ve, Sonya, kalian jadi kan ke rumahku? Aku punya DVD film
baru, pasti keren.” Ucap Shania disela makannya.
“Yuk. Pulang sekolah, kan?” tanya Sonya, Shania mengangguk.
“Emm.. Shan, aku boleh gak menginap dirumah kamu?” sedari
tadi hanya diam, akhirnya Ve membuka suara.
“Menginap? Memang di rumah kamu kenapa?” Shania balik
bertanya.
“Aku bosan di rumah. Gak ada siapa-siapa.” Shania hanya
mengeryitkan alisnya mengingat ada pembantu-pembantunya di rumah Ve.
“Boleh aja.”
“Eh, Ve. Mending di rumahku aja. Kita bisa maskeran
sama-sama.” Sambar Sonya.
“Adikmu ada dirumah?” tanya Ve, Sonya mengangguk.
“Kalau begitu aku mending di rumah Shanju aja. Adikmu
nakal.” Ucap Ve lagi. Shania hanya tertawa.
“Hay, Cantik.” Ucap Reza tiba-tiba duduk di sebelah Ve.
“Kamu mau apa?” tanya Ve ketus.
“Galak banget kamu. Aku udah sapa kamu dengan manis.” Balas
Reza.
“Kamu harusnya sadar, Ve sudah menolakmu berkali-kali.”
Sambar Shania.
“Aku yakin suatu saat Ve akan menerimaku.” Kata Reza penuh
percaya diri.
“Gak usah mimpi. Mending kamu sama Sonya.” Ucap Ve dengan
tampang innocent-nya, ia beranjak dari duduknya hendak meninggalkan kantin
diikuti Shania.
“Apa liat-liat?” tanya Sonya ketus pada Reza lalu beranjak
menyusul dua sahabatnya.
Saat berjalan di koridor sambil bercanda bersama Sonya dan
Shania, tak sengaja Ve menabrak Dina yang tiba-tiba muncul dari tikungan,
sontak saja minuman yang dibawa Ve tupah mengenai baju Dina.
“Ahh..”
“Hey, kamu kalau jalan liat-liat dong. Lihat, tangan Ve jadi
basah, kan.” Ucap Shania.
“A-aku gak sengaja, maaf.” Ucap Dina sambil mengelus-ngelus
bajunya yang tak kalah basah.
“Jangan Cuma minta maaf, bersihkan juga noda dibaju Ve.”
“Shan, sudah aku gak apa-apa.” Ucap Ve pelan. Belum sempat
Shania menjawab ucapan Ve, tiba-tiba Dicky datang.
“Ada apa ini?” tanya Dicky melihat baju Dina penuh dengan
air, ia juga melihat gelas plastik yang hampir kosong di pegang oleh Ve.
“Kamu habis ngapain Dina?” tanya Dicky pada Ve. Ve melirik
gelas ditangannya.
“Maksud kamu apa?”
“Jelas-jelas tempat minum kamu kosong, dan baju Dina basah.”
Ucap Dicky.
“Heh! Kamu nuduh kita yang sengaja menyiram Dina? Dia
sendiri yang jalan gak liat-liat.” Bela
Sonya.
“Memang aku percaya?” Ve hanya menganga menerima tuduhan
Dicky.
“Aku benar-benar gak sengaja, dia yang tiba-tiba berjalan di
depanku.” Ucap Ve tak terima.
“Kamu ya tetap kamu. Mana bisa berubah, hidupmu dihabiskan
hanya untuk menindas orang lain.”
PLAKK.. tamparan di pipi tirus Dicky di daratkan begitu saja
oleh Ve,matanya merah menyimpan amarah.
“Memang aku sejahat itu dimata kamu? Kamu pikir aku gak
punya hati?” nada suara Ve meninggi, sampai-sampai menarik perhatian orang yang
ada disana, sedangkan Dicky memegangi pipinya.
“Euhh..” Ve meremas gelas plastik di tangannya lalu
menghempaskan kasar ke lantai. Ia pergi meninggalkan Dicky dan Dina disusul
oleh Sonya dan Shania.
*
Setelah bersenang-senang dirumah Shania sampai petang, Ve
dan Sonya memutuskan untuk pulang.
Bukannya pulang ke rumah, Ve malah meminta Pak Acep untuk
mengantarnya ke rumah Bu Dinar.
“Kok gak masuk, non?” tanya supirnya melihat Ve masih duduk
anteng di jok mobilnya padahal ini sudah sampai.
“Terserah aku mau masuk atau enggak.” Jawab Ve, supirnya menundukkan kepala, hanya bisa menuruti
perintah majikan mudanya itu.
Ve mulai membuka pintu mobilnya, bukannya turun dari mobil
dan berjalan masuk menuju rumah Bu Dinar, ia malah duduk di jok mobilnya dengan
pintu yang di biarkan terbuka.
“Kenapa gak masuk , non? Kan tinggal nyebrang. Malu daritadi
orang yang lewat liatin non.” Ucap Pak Acep melihat Ve tetap duduk anteng
selama hampir sepuluh menit.
“Bapak jangan bawel deh. Terserah aku mau ngapain.”
“Ve, kamu ngapain disini? Gak masuk?” tanya Rangga datang
dengan motornya. Ve sedikit tersentak.
“Emm, iya nanti.” Jawab Ve singkat.
“Ayo, kita masuk sama-sama.” Ajak Rangga. Ve memutar bola
matanya hendak berfikir.
“Di dalam ada Dina gak?” Rangga tersenyum kecil.
“Ini kan rumahnya, ya
pasti ada.”
“Gimana? Mau masuk atau tetap disini?” tanya Rangga
memastikan.
“Aku disini aja.” Rangga menatap Ve sejenak.
“Kalau begitu aku masuk dulu, ya.” Pamit Rangga. “Oh iya,
terima kasih, ya.” Ucapnya lagi sebelum menjalankan motornya.
“Soal apa?” tanya Ve heran namun Rangga segera melesatkan
motornya menuju halaman rumah.
Bu Dinar menyuruh Rangga untuk makan dan mandi saat ia baru
pulang. Bukannya menuruti perintah sang ibu, setelah menaruh jaket dan tasnya
ke kamar Rangga malah bejalan keruang tamu, membuka sebagian gorden jendela
untuk melihat Ve. Benar saja, Ve masih duduk di mobilnya yang terparkir di
sebrang jalan rumahnya. Rangga memutuskan keluar dari rumahnya.
“Kamu nangis?” tanya Rangga menghampiri Ve, Ve buru-buru
menghapus airmatanya dengan tangannya. Ia lalu menggeleng seraya menatap wajah
Rangga.
“Kamu gak masuk ke rumahku, kamu juga gak pulang? Gak baik
perempuan duduk sendirian malam-malam begini.”
“Aku gak mau pulang.”
“Kalau begitu ayo kita masuk ke rumahku.” Ajak Rangga sambil
meraih lengan Ve namun Ve dilepaskannya.
“Kenapa? Karena di dalam ada Dina?” tanya Rangga.
“Aku malu sama dia.” Rangga tersenyum, mencoba mengerti
perasaan Ve dan tak lagi menyuruhnya datang ke rumahnya.
“Kalau begitu kamu pulang.”
“Aku gak mau pulang. Aku kesepian..” lirih Ve. Rangga
berhasil menemukan permasalahan yang ada di hati Ve.
“Baiklah, aku temani kamu, bolehkan?” Ve menangguk.
“Didekat sini ada taman, sebaiknya kita kesana, biar lebih
terang.”
Rangga dan Ve duduk di bangku sesampainya di taman.
“Terima kasih, ya. Kamu sudah mau menemaniku.” Ve mulai
membuka suara. Rangga tersenyum dan mengangguk.
“Memang dirumahmu gak ada siapa pun sampai-sampai kamu
kesepian?” tanya Rangga.
“Ada pembantuku, tapi aku gak mau ditemani mereka. Aku gak
nyaman jika bercerita pada mereka.”
“Kalau aku?” Ve hanya menatap Rangga.
“Aku bisa mendengarkan curahan hati kamu, itu juga kalau
kamu mau.” Ve menghela napas sejanak.
“Emm, kamu selalu mengingatkan aku sama kakakku, namanya Kak
Rafa, dia baik dan sangat menyangiku. Aku kangen sama dia.”
“Lalu dia kemana?” tanya Rangga.
“Dia sudah meninggal 5 tahun yang lalu.. Saat orang tuaku
bercerai.” Air mata Ve mulai menetes dari pelupuk matanya.
“Maaf, aku sudah buat kamu sedih.” Ucap Rangga.
“Gak apa-apa,mungkin aku yang cengeng.” Ve menghapus air
matanya.
“Kak Rafa orangnya ceria dan penuh perhatian, dia tak pernah
membiarkan aku sedih dan selalu memberiku hadiah.” Rangga mendengarkan cerita
Ve dengan khidmat.
“Aku sering di panggil barbie olehnya.” Lanjut Ve.
“Barbie? Kenapa?” tanya Rangga.
“Ya mungkin karena dulu aku mirip boneka barbie, makanya Kak
Rafa memanggilku seperti itu.” Ucap Ve percaya diri, Rangga hanya cekikikan
menahan tawanya.
“Kenapa? Ada yang salah?” tanya Ve.
“Enggak. Ya mungkin dulu kamu mirip barbie, tapi sekarang?
Pipi kamu chubby, yang aku tau boneka barbie gak ada yang chubby.” Seloroh
Rangga, Ve hanya memanyunkan bibirnya sambil memegangi kedua pipinya.
“Aku gak chubby, ya.” Ucap Ve tak terima mengingat pipi
Rangga lebih chubby darinya sambil mencubit perut Rangga, ia hanya meringis
kesakitan.
Sesaat, cerita kesedihan itu Rangga ubah menjadi tawa
candaan bersama Ve tak tega juga melihat ia menangis sedih.
“Kalau aku jadi kakakmu, bagaimana?” tanya Rangga
menghentikan candaannya.
“Maksudnya?”
“Masa gitu aja gak mengerti. Ya aku bersedia jadi Kak
Rafamu, biar kamu gak sedih lagi.” Ve mengembangkan senyumnya, tak menyangka
Rangga mengatakan itu.
“Tapi aku manja sekali kalau sama dia.”
“Bukan masalah bagiku.” Ucap Rangga meyakinkan.
bersambung.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar