Minggu, 17 Agustus 2014

(Cerbung SMASH - JKT48) - Di Ujung Pelangi - Part9

judul : Di Ujung Pelangi

genre : romantic - family

cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.

*****



Sudah dua pekan mama Ve belum juga pulang untuk memenuhi janjinya pulang setiap minggunya, saat di hubungi mamanya selalu beralasan pekerjaannya masih banyak dan belum ada yang rampung.

“Ve, Sonya, kalian jadi kan ke rumahku? Aku punya DVD film baru, pasti keren.” Ucap Shania disela makannya.

“Yuk. Pulang sekolah, kan?” tanya Sonya, Shania mengangguk.

“Emm.. Shan, aku boleh gak menginap dirumah kamu?” sedari tadi hanya diam, akhirnya Ve membuka suara.

“Menginap? Memang di rumah kamu kenapa?” Shania balik bertanya.

“Aku bosan di rumah. Gak ada siapa-siapa.” Shania hanya mengeryitkan alisnya mengingat ada pembantu-pembantunya di rumah Ve.

“Boleh aja.”

“Eh, Ve. Mending di rumahku aja. Kita bisa maskeran sama-sama.” Sambar Sonya.

“Adikmu ada dirumah?” tanya Ve, Sonya mengangguk.

“Kalau begitu aku mending di rumah Shanju aja. Adikmu nakal.” Ucap Ve lagi. Shania hanya tertawa.

“Hay, Cantik.” Ucap Reza tiba-tiba duduk di sebelah Ve.

“Kamu mau apa?” tanya Ve ketus.

“Galak banget kamu. Aku udah sapa kamu dengan manis.” Balas Reza.

“Kamu harusnya sadar, Ve sudah menolakmu berkali-kali.” Sambar Shania.

“Aku yakin suatu saat Ve akan menerimaku.” Kata Reza penuh percaya diri.

“Gak usah mimpi. Mending kamu sama Sonya.” Ucap Ve dengan tampang innocent-nya, ia beranjak dari duduknya hendak meninggalkan kantin diikuti Shania.

“Apa liat-liat?” tanya Sonya ketus pada Reza lalu beranjak menyusul dua sahabatnya.

Saat berjalan di koridor sambil bercanda bersama Sonya dan Shania, tak sengaja Ve menabrak Dina yang tiba-tiba muncul dari tikungan, sontak saja minuman yang dibawa Ve tupah mengenai baju Dina.

“Ahh..”


“Hey, kamu kalau jalan liat-liat dong. Lihat, tangan Ve jadi basah, kan.” Ucap Shania.

“A-aku gak sengaja, maaf.” Ucap Dina sambil mengelus-ngelus bajunya yang tak kalah basah.

“Jangan Cuma minta maaf, bersihkan juga noda dibaju Ve.”

“Shan, sudah aku gak apa-apa.” Ucap Ve pelan. Belum sempat Shania menjawab ucapan Ve, tiba-tiba Dicky datang.

“Ada apa ini?” tanya Dicky melihat baju Dina penuh dengan air, ia juga melihat gelas plastik yang hampir kosong di pegang oleh Ve.

“Kamu habis ngapain Dina?” tanya Dicky pada Ve. Ve melirik gelas ditangannya.

“Maksud kamu apa?”

“Jelas-jelas tempat minum kamu kosong, dan baju Dina basah.” Ucap Dicky.

“Heh! Kamu nuduh kita yang sengaja menyiram Dina? Dia sendiri yang  jalan gak liat-liat.” Bela Sonya.

“Memang aku percaya?” Ve hanya menganga menerima tuduhan Dicky.

“Aku benar-benar gak sengaja, dia yang tiba-tiba berjalan di depanku.” Ucap Ve tak terima.

“Kamu ya tetap kamu. Mana bisa berubah, hidupmu dihabiskan hanya untuk menindas orang lain.”

PLAKK.. tamparan di pipi tirus Dicky di daratkan begitu saja oleh Ve,matanya merah menyimpan amarah.

“Memang aku sejahat itu dimata kamu? Kamu pikir aku gak punya hati?” nada suara Ve meninggi, sampai-sampai menarik perhatian orang yang ada disana, sedangkan Dicky memegangi pipinya.

“Euhh..” Ve meremas gelas plastik di tangannya lalu menghempaskan kasar ke lantai. Ia pergi meninggalkan Dicky dan Dina disusul oleh Sonya dan Shania.

*

Setelah bersenang-senang dirumah Shania sampai petang, Ve dan Sonya memutuskan untuk pulang.
Bukannya pulang ke rumah, Ve malah meminta Pak Acep untuk mengantarnya ke rumah Bu Dinar.

“Kok gak masuk, non?” tanya supirnya melihat Ve masih duduk anteng di jok mobilnya padahal ini sudah sampai.

“Terserah aku mau masuk atau enggak.” Jawab Ve, supirnya  menundukkan kepala, hanya bisa menuruti perintah majikan mudanya itu.

Ve mulai membuka pintu mobilnya, bukannya turun dari mobil dan berjalan masuk menuju rumah Bu Dinar, ia malah duduk di jok mobilnya dengan pintu yang di biarkan terbuka.

“Kenapa gak masuk , non? Kan tinggal nyebrang. Malu daritadi orang yang lewat liatin non.” Ucap Pak Acep melihat Ve tetap duduk anteng selama hampir sepuluh menit.

“Bapak jangan bawel deh. Terserah aku mau ngapain.”

“Ve, kamu ngapain disini? Gak masuk?” tanya Rangga datang dengan motornya. Ve sedikit tersentak.

“Emm, iya nanti.” Jawab Ve singkat.

“Ayo, kita masuk sama-sama.” Ajak Rangga. Ve memutar bola matanya hendak berfikir.

“Di dalam ada Dina gak?” Rangga tersenyum kecil.

“Ini kan rumahnya,  ya pasti ada.”

“Gimana? Mau masuk atau tetap disini?” tanya Rangga memastikan.

“Aku disini aja.” Rangga menatap Ve sejenak.

“Kalau begitu aku masuk dulu, ya.” Pamit Rangga. “Oh iya, terima kasih, ya.” Ucapnya lagi sebelum menjalankan motornya.

“Soal apa?” tanya Ve heran namun Rangga segera melesatkan motornya menuju halaman rumah.

Bu Dinar menyuruh Rangga untuk makan dan mandi saat ia baru pulang. Bukannya menuruti perintah sang ibu, setelah menaruh jaket dan tasnya ke kamar Rangga malah bejalan keruang tamu, membuka sebagian gorden jendela untuk melihat Ve. Benar saja, Ve masih duduk di mobilnya yang terparkir di sebrang jalan rumahnya. Rangga memutuskan keluar dari rumahnya.

“Kamu nangis?” tanya Rangga menghampiri Ve, Ve buru-buru menghapus airmatanya dengan tangannya. Ia lalu menggeleng seraya menatap wajah Rangga.

“Kamu gak masuk ke rumahku, kamu juga gak pulang? Gak baik perempuan duduk sendirian malam-malam begini.”

“Aku gak mau pulang.”

“Kalau begitu ayo kita masuk ke rumahku.” Ajak Rangga sambil meraih lengan Ve namun Ve dilepaskannya.

“Kenapa? Karena di dalam ada Dina?” tanya Rangga.

“Aku malu sama dia.” Rangga tersenyum, mencoba mengerti perasaan Ve dan tak lagi menyuruhnya datang ke rumahnya.

“Kalau begitu kamu pulang.”

“Aku gak mau pulang. Aku kesepian..” lirih Ve. Rangga berhasil menemukan permasalahan yang ada di hati Ve.

“Baiklah, aku temani kamu, bolehkan?” Ve menangguk.

“Didekat sini ada taman, sebaiknya kita kesana, biar lebih terang.”

Rangga dan Ve duduk di bangku sesampainya di taman.

“Terima kasih, ya. Kamu sudah mau menemaniku.” Ve mulai membuka suara. Rangga tersenyum dan mengangguk.

“Memang dirumahmu gak ada siapa pun sampai-sampai kamu kesepian?” tanya Rangga.

“Ada pembantuku, tapi aku gak mau ditemani mereka. Aku gak nyaman jika bercerita pada mereka.”

“Kalau aku?” Ve hanya menatap Rangga.

“Aku bisa mendengarkan curahan hati kamu, itu juga kalau kamu mau.” Ve menghela napas sejanak.

“Emm, kamu selalu mengingatkan aku sama kakakku, namanya Kak Rafa, dia baik dan sangat menyangiku. Aku kangen sama dia.”

“Lalu dia kemana?” tanya Rangga.

“Dia sudah meninggal 5 tahun yang lalu.. Saat orang tuaku bercerai.” Air mata Ve mulai menetes dari pelupuk matanya.

“Maaf, aku sudah buat kamu sedih.” Ucap Rangga.

“Gak apa-apa,mungkin aku yang cengeng.” Ve menghapus air matanya.

“Kak Rafa orangnya ceria dan penuh perhatian, dia tak pernah membiarkan aku sedih dan selalu memberiku hadiah.” Rangga mendengarkan cerita Ve dengan khidmat.

“Aku sering di panggil barbie olehnya.” Lanjut Ve.

“Barbie? Kenapa?” tanya Rangga.

“Ya mungkin karena dulu aku mirip boneka barbie, makanya Kak Rafa memanggilku seperti itu.” Ucap Ve percaya diri, Rangga hanya cekikikan menahan tawanya.

“Kenapa? Ada yang salah?” tanya Ve.

“Enggak. Ya mungkin dulu kamu mirip barbie, tapi sekarang? Pipi kamu chubby, yang aku tau boneka barbie gak ada yang chubby.” Seloroh Rangga, Ve hanya memanyunkan bibirnya sambil memegangi kedua pipinya.

“Aku gak chubby, ya.” Ucap Ve tak terima mengingat pipi Rangga lebih chubby darinya sambil mencubit perut Rangga, ia hanya meringis kesakitan.

Sesaat, cerita kesedihan itu Rangga ubah menjadi tawa candaan bersama Ve tak tega juga melihat ia menangis sedih.

“Kalau aku jadi kakakmu, bagaimana?” tanya Rangga menghentikan candaannya.

“Maksudnya?”

“Masa gitu aja gak mengerti. Ya aku bersedia jadi Kak Rafamu, biar kamu gak sedih lagi.” Ve mengembangkan senyumnya, tak menyangka Rangga mengatakan itu.

“Tapi aku manja sekali kalau sama dia.”

“Bukan masalah bagiku.” Ucap Rangga meyakinkan.




bersambung.......
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar