genre : romantic - family
cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.
author : Fauziya fitri
*****
Setelah berkutat dengan mimpinya, kini Ve bangun dengan sendirinya.
Ve menoleh kesebelahnya, sudah tak nampak mamanya disana. Tiba-tiba ia
mengendus, tercium wangi masakan yang sepertinya lezat, ia beranjak untuk
menuju dapur mengikuti aroma sedap itu.
“Mama?” panggil Ve pada mamanya yang sedang menata piring di meja
makan.
“Eh? Gimana tidur kamu? Nyenyak? Tadi mama sengaja gak bangunin
kamu, soalnya keliatannya tidr kamu pulas.”
Mama masih sibuk menata meja makan, Ve yang tengah berdiri itu disuruh
mamanya agar segera mandi lalu makan bersama.
Semua telah rapi. Dari rambut, baju seifukunya, dan sepatu sudah
siap, cantik seperti biasa.
Ve sarapan bersama mamanya, moment yang jarang dirasakan Ve
dihari-hari sebelumnya. Jika hari-hari sebelumnya setiap pagi Ve selalu
disediakan nasi goreng atau roti oleh pembantunya meskipun mamanya ada di rumah, tapi hari ini berbeda
mamanya begitu memanjakan Ve tanpa diminta. Jika ini karena insiden penculikan
itu, Ve rela diculik setiap bulannya agar mamanya selalu di rumah.
Karena jam sekolah semakin mendekat, Ve pun harus segera pergi.
Sebelum pergi dan berpamitan, mamanya memberi sedikit omelan pada Pak Acep agar
selalu berada di sekolah dan mengawasi Ve. Sebenarnya ia tak suka jika
kemana-mana harus selalu diawasi.
Perasaan ceria kini menyelimuti Ve saat mengijnakkan kaki di
sekolahnya setelah beberapa hari tak masuk. Ve berjalan di koridor sekolah,
terlihat dua sahabatnya sedang berdiri.
“Shanju.. Sonya..” Shania dan Sonya menoleh pada orang yang
memanggilnya dari kejauhan. Mereka berdua tersenyum sumringah sambil
loncat-loncat kegirangan melihat Ve berjalan mendekat.
Tiga sahabat itu berpelukkan sejenak.
“Kita seneng banget lihat kamu kembali, Ve.” Ucap Shania.
“Ceritakan dong, kenapa kamu bisa sampai diculik begitu.” Pinta
Sonya.
Ditengah perbincangan mereka, Sonya melihat Dina dari kejauhan
berjalan menuju arah mereka. Seperti biasa, ia tak bisa jika tak jahil pada
Dina.
Saat Dina semakin mendekat, Shania denagn sengaja menabrakkan
tubuhnya pada Dina lalu mendorongnya hingga terduduk di lantai.
“Duh, Sonya. Jangan dorong-dorong, dong. Kan jadinya ada yang
jatuh.” Ucap Shania pada Sonya.
“Eh, ada Dina. Maaf, ya.” Lanjutnya pada Dina yang terduduk di
lantai dengan ekpresi meledek. Sonya hanya terkekeh.
“Ve, kamu kok diem aja? Lihat, dia jatuh di lantai tuh.” Kata Sonya ucap Sonya yang melihat Ve tak
bereaksi apa-apa kala Shania menjahili Dina. Ekspresi wajah Ve terlihat sayu,
sesekali ia melirik Dina, merasa dilema antara senang melihat Dina diperlakukan
seperti itu atau membantunya, mengingat keluarga Dina sudah menolongnya
kemarin.
"A-aku lagi malas sama dia." ujar Ve lalu meninggalkan sahabatnya
dan Dina, Shania dan Sonya sejenak saling pandang keheranan lalu pergi menyusul
Ve tanpa memperdulikan Dina yang sudah ia tabrak.
Saat masuk kedalam kelas, Ve disambut oleh hampir sekelas. Meskipun
Ve dikenal angkuh tapi teman-teman sekelasnya bersikap baik padanya.
Banyak yang mengucapkan selamat dan turut prihatin atas kejadian
yan menimpa Ve.
"Untuk merayakan kembalinya Ve, kalian semua akan ditraktir
makan di kantin oleh Ve saat jam istirahat." ucap Shania setengah
berteriak, Ve hanya mengembangkan senyumnya sambil mengangguk mantap.
"Beneran nih, Ve? Traktir kita semua?" tanya Ghaida, Ve
hanya mengangguk.
"Semua teman-teman satu kelas?" tanyanya lagi.
“Iya, memang apa yang dikatakan Shania kurang jelas?" Ve balik
bertanya, semua teman-teman satu kelasnya bersorak senang.
Selama Ve menghilang, ia menjadi bahan pembicaraan murid-murid SMA
Perjuangan maupun guru-guru dan staf sekolah. Keamanan sekolahpun lebih
diperketat lagi.
Semua siswa kelas XI 2 berhamburan menuju kantin setelah bel
istirahat berbunyi.
"Semuanya makan sepuasnya, ya." ucap Ve.
"Mba, pokoknya catat aja, nanti saya yang bayar." kata Ve
pada petugas kantin.
"Hey, Dicky. Kamu cu ma jajan ini? Pesan aja yang lain."
ucap Ve pada Dicky yang tengah duduk sambil memakan snack.
"Biarin aja lah, Ve. Mungkin dia lagi diet." seloroh
Sonya.
"Diet? Kamu gak lihat tubuhnya sudah cungkring begini, mau
mengecilkan apa lagi?" Shania dan Sonya terkekeh.
"Hey, aku gak sedang diet, dan makanan ini aku beli dengan
uangku sendiri." ucap Dicky agak kesal.
"Iya iya, sensitif banget, aku cuma bercanda. Ayo pesan saja
yang lain, biar aku yang bayar."
"Iya, kamu takkan gemuk jika makan ini terus." ucap
Shania asal.
“Oh iya, temanmu mana?? Kok gak kesini??" tanya Ve sambil
menyapu pandangannya ke sudut kantin.
"Siapa maksudmu? Dina?" Dicky balik bertanya.
"Iya, dia. Sekalian ajak dia makan!"
"Y-ya dia kan teman sekelasku juga." balas Ve, senyuman
Dicky terus mengembang sambil menatap Ve takjub.
"Heh! Kamu kenapa? Kamu jelek kalau senyum-senyum begitu,
tau." ucap Ve yang mulai risih terus dipandangi Dicky. Dicky pun
mengalihkan pandangannya, yang ia tau sebaik-baiknya Ve, tetap tidak akan
memperdulikan Dina.
"Yasudah, Shan. Aku ke toilet dulu, ya. Lama-lama aku takut
sama dia." ucap Ve pada Shania sambil melirik Dicky lalu pergi.
"Ve, kamu gak apa-apa kan? Bagaimana bisa kamu diculik? Aku
sampai khawatir saat dengar kamu menghilang." ucap Reza yang menghadangnya
di depan pintu toilet dengan menunjukkan ekspresi panik.
"Kamu apa-apaan sih? Minggir, aku mau lewat." ucap Ve
yang tak menghiraukan pertanyaan Reza.
"Ve, aku kan khawatir, cemas mikirin kamu." Reza meraih
tangan Ve namun segera ditepisnya.
"Khawatir? Kalau kamu khawatir, kenapa kapa kamu gak cari
aku?"
"Aku sudah berusaha cari kamu, tapi~.." Reza tak
meneruskan kata-katanya.
"Kenapa? Gak bisa jawab, kan? Minggir, ah!"
"Tunggu dulu, Ve. Aku masih kangen sama kamu, aku sayang sama
kamu." Ve hanya melipat tangan didadanya, mendengarkan celotehan Reza
dengan malas. Selalu begitu. Selama sekolah di SMA Perjuangan, tak ada lelaki
yang terang-terangan mendekati Ve kecuali Rea, teman seangkatannya.
"Sudah? Sudah bicaranya, Si ganteng yang gantengnya biasa-biasa aja? Sekarang
minggir!"
"Aku serius, Ve. Nanti aku akan mendatangi mamamu untuk
melamarmu." ucap Reza memelas, Ve membolakan matanya kaget mengingat
mereka masih SMA.
***
Sekitar 20
menit diperjalanan dari sekolah menuju rumah, Ve habiskan untuk mendengarkan
musik melalui earphone-nya di dalam mobilnya. Seperti biasa tak ada interaksi
panjang antara Ve dan supirnya.
"Nyonya
sudah menunggu non untuk makan siang." sambut Bi Sumi saat membukakan
pintu untuk majikan mudanya kala Ve sampai di rumah. Ve mempercepat langkahnya
menuju ruang makan. Benar saja, dilihatnya sang mama telah duduk sembari
mengotak-ngatik laptop kerjanya dengan sejumlah piring berisi makanan
dihadapannya.
"Mama?
Sudah menunggu dari tadi?" mendengar suara Ve, mamanya langsung menutup
layar laptopnya.
"Enggak
juga, ayo sini! Kita makan sama-sama, nanti makanannya keburu dingin."
titah mama, Ve hanya tersenyum dan langsung duduk di bangku samping mama.
Santap siang kali ini menjadi waktu yang menyenangkan untuk Ve. Menyantap
makanan favorit ditambah ditemani mamanya dan dengan segala perhatian
hangatnya.
Seusai makan
dan berganti pakaian, Ve masuk ke kamar mamanya. Dilihatnya sang mama sedang
merias wajahnya dengan busana yang sudah rapi.
"Apa?
Aku kira mama akan tetap dirumah." ucap Ve setelah menanyakan apa yang
dilakukan mamanya.
"Ma,
jangan pergi lagi. Aku masih kangen sama mama." rengek Ve sambil
menggoyang-goyangkan lengan kanan mama.
"Mama
juga masih kangen sama kamu, saat ini mama masih banyak pekerjaan. Hari ini
mama ditunggu clien." ucap mama yang kini beralih membereskan baju-bajunya
kedalam koper berukuran sedang diatas ranjang.
"Aku masih takut, ma. Gimana kalau
penculik-penculik itu masih berkeliaran dan mengincarku?"
"Mama
kan sudah tugaskan Pak Acep untuk jagain kamu. Jadi jangan bawa mobil tanpa
dia, ya." Tak berhasil membujuk mamanya, kini Ve memeluk perut mama dari
belakang sambil merengek meminta agar mama tetap tinggal.
"Dengar
mama, Ve!" ucap mama dengan nada keras sambil menghentikan aktifitasnya.
Seketika Ve melepaskan pelukannya. Mama berbalik menghadap Ve.
"Kamu
jangan seperti anak kecil gini dong, Ve. Mama melakukan ini buat kehidupan
kita, siapa lagi yang akan menghidupi kita selain mama?" ucap mama lembut
sambil memegangi kedua pipi Ve.
Tak dapat dipungkiri rasa rindu pada mamanya
begitu besar. Mau tak mau ia harus mengerti dengan keadaan mamanya, ia tahu
yang dilakukan mamanya semata-mata karena mama sangat menyayanginya, tak ingin
melihat Ve kekurangan. Sebagai gantinya, mamanya berjanji akan pulang setiap
akhir pekan untuk menemani Ve. Sebelum pergi, mama memberi sedikit nasehat agar
selalu hati-hati dan jangan pernah sendiri.
bersambung......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar