genre : romantic - family
cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.
author : Fauziya Fitri
******
Seusai sekolah ia meminta Pak Acep untuk mengantarnya ke
rumah Bu Dinar.
Ve tersenyum senang saat wanita separuh baya membukakan
pintu dan menyambutnya ramah.
“Kamu cari Dina, ya? Tapi Dinanya belum pulang, masih ikut
bimbel” kata Bu Dinar, Ve memang sudah
mengetahui itu, itu sebabnya ia mendatangi rumahnya. Agar tidak bertemu Dina.
“Enggak kok, bu. Aku kesini memang ingin ketemu ibu.” Jawab
Ve.
“Aku sekalian mau kembalikan baju Dina yang sempat aku
pakai. Aku juga bawakan kue untuk ibu.” Ve menberikan dua kantong plastik. Bu
Dinar menerima kue dengan senang hati lalu mengajak Ve ke meja makan untuk
mencicipi kuenya.
“Ibu Cuma sendirian di rumah?” tanya Ve setelah meminum
secangkit teh buatan Bu Dinar.
“Enggak, ada Rangga juga, dia gak kuliah.”
“Tapi kelihatannya sepi, ya.” Ve menyapu pandangannya ke
sudut rumah.
“Rangga tidur di kamar. Dia sedang sakit kayaknya masuk
angin, badannya juga panas. Tapi sudah ibu beri obat.”
“Masuk angin?”
“Iya, sudah dua hari dia ngojek sepulang kuliah sampai malam. Semenjak dipecat dari restoran, ia
ingin ngojek. Sebenarnya ibu sudah melarang Rangga untuk bekerja karena ayah
dan ibu masih bisa menghidupinya, tapi ia tetap keukeuh, ya sudah ibu gak bisa
memaksa.” Jelas Bu Dinar sambil mengiris kue yang diberian Ve.
Di pecat dari restoran? Ini pasti akibat ulahnya, batin Ve.
“Ibu tau kenapa Rangga bisa dipecat?” tanya Ve.
“Katanya sih ada salah paham sama pelanggan. Padahal
menurutnya, pekerjaan itu shifnya sedikit, tak mengganggu jadwal kuliahnya.” Ve
hanya menatap wajah Bu Dinar. Memang benar itu garagara ulahnya, menyuruh
Shania untuk menjahili Rangga. Tapi sepertinya Bu Dinar tidak tahu kalau
penyebab Rangga dipecat adalah karena ulahnya. Bisa saja setelah Rangga
menolongnya kemarin, ia mengatakan kalau Ve adalah penyebabnya untuk balas
dendam. Tapi ini? Rangga sangat baik tak mengatakannya.
“Aku mau jenguk Rangga. Boleh kan, bu?” tanya Ve mengakhiri
lamunannya.
“Tentu boleh.”
Ve membuka pintu kamar Rangga, dilihatnya Rangga sedang
tertidur di tempat tidur dibalut selimut yang menutup tubuhnya sampai perut. Ve
berjalan semakin mendekat, pucat di wajah tampan Rangga semakin tampak.
Ve duduk dilantai samping tempat tidur. ia meraih handuk
kecil di kening Rangga untuk dicelupkan pada air dalam baskom yang ada di dekat
kolong tempat tidur lalu menempelkan handuk itu kembali ke kening Rangga.
Ve menompang dagu sambil memendangi wajah Rangga, ia
membayangkan kelakuannya sendiri yang sudah jahat demi untuk kesenangannya semata. Rangga sudah
baik menolongnya dari kejaran penculik, dan tak mengatakan perbuatan buruknya
pada Bu Dinar, mungkin jika Rangga mengatakannya pada Bu Dinar, bisa-bisa Bu
Dinar takkan mau menerima Ve.
Beberapa saat berkutat dengan pikirannnya, tibatiba Rangga
mengendus sambil menggelengkan kepalanya, secara perlahan kelopak matanya
terbuka memperlihatkan mata coklatnya. Ve tercekat, ia salah tingkah. Buru-buru
Ve bersujud dilantai bermaksud menyembunyikan kepalanya agar Rangga tak
melihatnya.
Beberapa saat kemudian Ve mendongak untuk memastikan Rangga,
ia cuma membuka matanya sejenak lalu tertidur lagi yang kini dengan posisi
miring. Ve membenarkan selimut Rangga agar menutupi tubuhnya dengan sempurna
sebelum ia keluar kamar.
Sekian jam tertidur karena kondisi tubuhnya yang lemah,
Rangga akhirnya terbangun. Ia duduk sejenak di tepi ranjang sekedar
mengumpulkan energinya. Lampu kamarnya sudah menyala, gorden berwarna hijau
toska pun sudah menutupi seluruh jendela. Ia mulai beranjak dengan langkah
berat untuk keluar kamar.
Dilihatnya ibu dan adiknya sedang duduk dimeja makan, Dina
dengan lahapnya menyantap makanan buatan ibu, sedangkan Bu Dinar mengalas nasi
ke piring.
“Rangga, kenapa kamu kesini? Ibu baru akan mengantar makanan
ke kamar kamu.” Kata Bu Dinar melihat Rangga berjalan mendekati meja. Rangga
menarik pelan kursi meja makan lalu mendudukinya.
“Ini, ibu sudah buatkan teh hangat.” Rangga meraih gelas
berisi teh itu lalu meminumnya.
“Kamu masih pusing, Ga?” tanya ibu memberi pijatan lembut di
kepala Rangga.
“Udah mendingan kok, bu. Besok juga sudah mulai kuliah.” Jawab
Rangga dengar suara yang terdengar serak.
“Tapi kalau masih pusing juga jangan dipaksakan, ya.” Rangga
mengangguk.
“Kamu mau makan apa? Mau dibuatkan bubur?” tanya ibu penuh
perhatian.
“Gak usah, bu. aku makan yang ada aja.” Ibu mengangguk lalu
memberikan sepiring nasi dan lauknya.
“Kamu kenapa? Kok melamun?” tanya ibu melihat Rangga yang
melamun sambil memainkan nasi dipiringnya dengan sendok.
“Enggak. Aku Cuma heran aja, kenapa aku mimpi Ve ada disini,
dikamarku.”
“Kamu gak mimpi, tadi Ve memang kesini, jenguk kamu juga.”
Jawab ibu, rangga hanya mengeryitkan alisnya.
“Mau ngapain Ve kesini?” sambar Dina.
“Mau balikin baju kamu, sudah ibu simpan di lemarimu di rak
paling atas. Dia juga bawa kue, kue yang kamu makan tadi sore kan dari Ve.”
“Din, Ve itu anaknya baik, ya, menyenangkan. Ibu suka sama
dia.”ucap ibu tiba-tiba, seketika Dina tersedak makanannya.
“Menyenangkan?” ya mungkin menyenangkan hanya pada
teman-temannya sesama sosialita jika di kelas, sedangkan padanya?
“Iya, kita sempat ngobrol cukup lama disini sebelum kamu
sebelum kamu pulang.”
“Eh, Din. Kalau di sekolah, Ve itu orangnya bagaimana?”
tanya ibu.
“Ya begitu, seperti yang ibu bilang.” Jawab Dina seadanya.
“Emm, kalau kamu kan ikut ekskul iptec, kalau Ve apa?”
lagi-lagi ibu menanyakan soal Ve. Batin Dina bergerutu kesal. Katanya sempat
ngobrol lama dengan Ve, tapi kenapa harus bertanya lagi?
“Dia ikut grup vokal .” jawaban yang sepertinya malas untuk
ia ucapkan.
“Wah, berarti suaranya bagus ya kalo nyanyi.”
“Ibu kenapa sih nanyain Ve terus?” ucap Dina yang mulai
kesal disuguhi pertanyaan tentang Ve dan mendengar celotehan tentangnya. Bukan
itu saja, baru kenal beberapa hari ibu sudah memuji Ve. Ia juga bingung dengan
sikap Ve yang mendatangi kediamannya dan membuat ibunya nyaman bersama Ve,
kontras sekali dengan sikapnya selama ini yang ia tahu sangat menyebalkan dan
angkuh di sekolah.
Ibu dan Rangga menoleh kearah Dina yang beranjak dari
duduknya, berjalan menuju tempat cuci piring hendak menaruh piring kotornya.
“Kamu cemburu sama Ve ya, Din?” goda ibu pada anak gadisnya
itu.
“Tenanga aja, Din. Meskipun ibu senang sama Ve, tapi Cuma
kamu yang ibu sayang.” Kata ibu, Rangga yang duduk dihadapan ibu hanya
terkekeh.
Pagi ini Rangga akan memulai aktifitas kuliahnya, ia tak
tahan jika harus berbaring di tempat tidur seharian.
Setelah sakit berhari-hari, ia dibuat tak percaya dengan
adanya telpon dari manager restoran yang pernah memecatnya yang meminta Rangga
untuk kembali bekerja.
Rangga langsung bisa menebak saat sang manager mengatakan
ada seorang gadis berambut panjang menemuinya dan menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi hingga ia dipecat. Siapa lagi kalau bukan Ve.
bersambung.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar