Sabtu, 16 Agustus 2014

(Cerbung SMASH & JKT48) - Di Ujung Pelangi - Part8

judul : Di ujung Pelangi

genre : romantic - family

cast : Rangga Moela, Jessica Veranda, Pramudina, Dicky Prasetya, Reza Anugrah, Bisma Karisma, Shania Junianatha, Sonya Pandarmawan.

author : Fauziya Fitri


******



Seusai sekolah ia meminta Pak Acep untuk mengantarnya ke rumah Bu Dinar.
Ve tersenyum senang saat wanita separuh baya membukakan pintu dan menyambutnya ramah.

“Kamu cari Dina, ya? Tapi Dinanya belum pulang, masih ikut bimbel”  kata Bu Dinar, Ve memang sudah mengetahui itu, itu sebabnya ia mendatangi rumahnya. Agar tidak bertemu Dina.

“Enggak kok, bu. Aku kesini memang ingin ketemu ibu.” Jawab Ve.

“Aku sekalian mau kembalikan baju Dina yang sempat aku pakai. Aku juga bawakan kue untuk ibu.” Ve menberikan dua kantong plastik. Bu Dinar menerima kue dengan senang hati lalu mengajak Ve ke meja makan untuk mencicipi kuenya.

“Ibu Cuma sendirian di rumah?” tanya Ve setelah meminum secangkit teh buatan Bu Dinar.

“Enggak, ada Rangga juga, dia gak kuliah.”

“Tapi kelihatannya sepi, ya.” Ve menyapu pandangannya ke sudut rumah.

“Rangga tidur di kamar. Dia sedang sakit kayaknya masuk angin, badannya juga panas. Tapi sudah ibu beri obat.”

“Masuk angin?”

“Iya, sudah dua hari dia ngojek sepulang kuliah sampai  malam. Semenjak dipecat dari restoran, ia ingin ngojek. Sebenarnya ibu sudah melarang Rangga untuk bekerja karena ayah dan ibu masih bisa menghidupinya, tapi ia tetap keukeuh, ya sudah ibu gak bisa memaksa.” Jelas Bu Dinar sambil mengiris kue yang diberian Ve.


Di pecat dari restoran? Ini pasti akibat ulahnya, batin Ve.

“Ibu tau kenapa Rangga bisa dipecat?” tanya Ve.

“Katanya sih ada salah paham sama pelanggan. Padahal menurutnya, pekerjaan itu shifnya sedikit, tak mengganggu jadwal kuliahnya.” Ve hanya menatap wajah Bu Dinar. Memang benar itu garagara ulahnya, menyuruh Shania untuk menjahili Rangga. Tapi sepertinya Bu Dinar tidak tahu kalau penyebab Rangga dipecat  adalah  karena ulahnya. Bisa saja setelah Rangga menolongnya kemarin, ia mengatakan kalau Ve adalah penyebabnya untuk balas dendam. Tapi ini? Rangga sangat baik tak mengatakannya.

“Aku mau jenguk Rangga. Boleh kan, bu?” tanya Ve mengakhiri lamunannya.

“Tentu boleh.”

Ve membuka pintu kamar Rangga, dilihatnya Rangga sedang tertidur di tempat tidur dibalut selimut yang menutup tubuhnya sampai perut. Ve berjalan semakin mendekat, pucat di wajah tampan Rangga semakin tampak.

Ve duduk dilantai samping tempat tidur. ia meraih handuk kecil di kening Rangga untuk dicelupkan pada air dalam baskom yang ada di dekat kolong tempat tidur lalu menempelkan handuk itu kembali ke kening Rangga.

Ve menompang dagu sambil memendangi wajah Rangga, ia membayangkan kelakuannya sendiri yang sudah jahat  demi untuk kesenangannya semata. Rangga sudah baik menolongnya dari kejaran penculik, dan tak mengatakan perbuatan buruknya pada Bu Dinar, mungkin jika Rangga mengatakannya pada Bu Dinar, bisa-bisa Bu Dinar takkan mau menerima Ve.

Beberapa saat berkutat dengan pikirannnya, tibatiba Rangga mengendus sambil menggelengkan kepalanya, secara perlahan kelopak matanya terbuka memperlihatkan mata coklatnya. Ve tercekat, ia salah tingkah. Buru-buru Ve bersujud dilantai bermaksud menyembunyikan kepalanya agar Rangga tak melihatnya.

Beberapa saat kemudian Ve mendongak untuk memastikan Rangga, ia cuma membuka matanya sejenak lalu tertidur lagi yang kini dengan posisi miring. Ve membenarkan selimut Rangga agar menutupi tubuhnya dengan sempurna sebelum ia keluar kamar.

Sekian jam tertidur karena kondisi tubuhnya yang lemah, Rangga akhirnya terbangun. Ia duduk sejenak di tepi ranjang sekedar mengumpulkan energinya. Lampu kamarnya sudah menyala, gorden berwarna hijau toska pun sudah menutupi seluruh jendela. Ia mulai beranjak dengan langkah berat untuk keluar kamar.

Dilihatnya ibu dan adiknya sedang duduk dimeja makan, Dina dengan lahapnya menyantap makanan buatan ibu, sedangkan Bu Dinar mengalas nasi ke piring.

“Rangga, kenapa kamu kesini? Ibu baru akan mengantar makanan ke kamar kamu.” Kata Bu Dinar melihat Rangga berjalan mendekati meja. Rangga menarik pelan kursi meja makan lalu mendudukinya.

“Ini, ibu sudah buatkan teh hangat.” Rangga meraih gelas berisi teh itu lalu meminumnya.

“Kamu masih pusing, Ga?” tanya ibu memberi pijatan lembut di kepala Rangga.

“Udah mendingan kok, bu. Besok juga sudah mulai kuliah.” Jawab Rangga dengar suara yang terdengar serak.

“Tapi kalau masih pusing juga jangan dipaksakan, ya.” Rangga mengangguk.

“Kamu mau makan apa? Mau dibuatkan bubur?” tanya ibu penuh perhatian.

“Gak usah, bu. aku makan yang ada aja.” Ibu mengangguk lalu memberikan sepiring nasi dan lauknya.

“Kamu kenapa? Kok melamun?” tanya ibu melihat Rangga yang melamun sambil memainkan nasi dipiringnya dengan sendok.

“Enggak. Aku Cuma heran aja, kenapa aku mimpi Ve ada disini, dikamarku.”

“Kamu gak mimpi, tadi Ve memang kesini, jenguk kamu juga.” Jawab ibu, rangga hanya mengeryitkan alisnya.

“Mau ngapain Ve kesini?” sambar Dina.

“Mau balikin baju kamu, sudah ibu simpan di lemarimu di rak paling atas. Dia juga bawa kue, kue yang kamu makan tadi sore kan dari Ve.”

“Din, Ve itu anaknya baik, ya, menyenangkan. Ibu suka sama dia.”ucap ibu tiba-tiba, seketika Dina tersedak makanannya.

“Menyenangkan?” ya mungkin menyenangkan hanya pada teman-temannya sesama sosialita jika di kelas, sedangkan padanya?

“Iya, kita sempat ngobrol cukup lama disini sebelum kamu sebelum kamu pulang.”

“Eh, Din. Kalau di sekolah, Ve itu orangnya bagaimana?” tanya ibu.

“Ya begitu, seperti yang ibu bilang.”  Jawab Dina seadanya.

“Emm, kalau kamu kan ikut ekskul iptec, kalau Ve apa?” lagi-lagi ibu menanyakan soal Ve. Batin Dina bergerutu kesal. Katanya sempat ngobrol lama dengan Ve, tapi kenapa harus bertanya lagi?

“Dia ikut grup vokal .” jawaban yang sepertinya malas untuk ia ucapkan.

“Wah, berarti suaranya bagus ya kalo nyanyi.”

“Ibu kenapa sih nanyain Ve terus?” ucap Dina yang mulai kesal disuguhi pertanyaan tentang Ve dan mendengar celotehan tentangnya. Bukan itu saja, baru kenal beberapa hari ibu sudah memuji Ve. Ia juga bingung dengan sikap Ve yang mendatangi kediamannya dan membuat ibunya nyaman bersama Ve, kontras sekali dengan sikapnya selama ini yang ia tahu sangat menyebalkan dan angkuh di sekolah.

Ibu dan Rangga menoleh kearah Dina yang beranjak dari duduknya, berjalan menuju tempat cuci piring hendak menaruh piring kotornya.

“Kamu cemburu sama Ve ya, Din?” goda ibu pada anak gadisnya itu.

“Tenanga aja, Din. Meskipun ibu senang sama Ve, tapi Cuma kamu yang ibu sayang.” Kata ibu, Rangga yang duduk dihadapan ibu hanya terkekeh.

Pagi ini Rangga akan memulai aktifitas kuliahnya, ia tak tahan jika harus berbaring di tempat tidur seharian.
Setelah sakit berhari-hari, ia dibuat tak percaya dengan adanya telpon dari manager restoran yang pernah memecatnya yang meminta Rangga untuk kembali bekerja.
Rangga langsung bisa menebak saat sang manager mengatakan ada seorang gadis berambut panjang menemuinya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi hingga ia dipecat. Siapa lagi kalau bukan Ve.

  





bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar